BERITA

Lumbung Ikan Nasional untuk Siapa?

"Pemerintah terus menyiapkan rencana pembangunan Lumbung Ikan Nasional (LIN) pada akhir tahun 2021, dengan membangun pelabuhan Ambon New Port di Maluku."

Dwi Reinjani

Lumbung Ikan Nasional untuk Siapa?
Ilustrasi, kapal bantuan nelayan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. (Foto: ANTARA)

KBR, Jakarta - Pemerintah terus menyiapkan rencana pembangunan Lumbung Ikan Nasional (LIN) pada akhir tahun 2021.

Rencana ini sudah lama digagas, sejak 2010, dan menuai prokontra di masyarakat.

Salah satu wilayah yang akan dijadikan lumbung ikan nasional adalah di wilayah timur Indonesia.

Pemerintah berencana membangun pelabuhan besar Ambon New Port dan Lumbung Ikan Nasional (LIN) di Maluku akhir tahun ini.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, pembuatan LIN bertujuan untuk menyejahterakan nelayan, mengoptimalkan hasil sumber daya laut, dan menjaga kelestarian lingkungan laut.

"Memperbaiki komunikasi dengan nelayan lalu mensejahterakan nelayan itu menjadi tujuan kita. Lalu yang kedua adalah mengoptimalkan dan menggali potensi kelautan kita yang begitu besar untuk bisa memberikan dampak positif terutama ekonomi bagi bangsa. Ini adalah tugas yang tidak mudah. Yang ketiga adalah keberlanjutan dan ke berkesinambungan jadi ekosistem kelautan kita itu kan ada batasannya," ujar Wahyu, kepada wartawan, akhir Juli 2021.

Baca juga:

Sakti mengatakan kementeriannya mentargetkan Lumbung Ikan Nasional (LIN) Maluku bisa berkontribusi pada penerimaan negara hingga Rp3,71 triliun.

Apalagi, kata dia, potensi laut di Indonesia mencapai 12,5 juta ton pertahun dan 80 persen diantaranya bisa dimanfaatkan.

Menggusur nelayan kecil

Namun tujuan itu dipertanyakan kelompok masyarakat sipil. Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati menilai tujuan pembangunan LIN saat ini jauh panggang dari api.

Susan khawatir proyek pembangunan lumbung ikan nasional hanya menguntungkan pengusaha besar, dan makin mempersempit ruang gerak pengusaha atau nelayan kecil.

"Kan nanti ke depan yang akan lebih dominan masuk itu adalah kapal-kapal besar. Salah satunya kapal asing yang ada di Undang-undang Cipta Kerja. Di saat bersamaan, di situ juga ada ruang nelayan tradisional yang mereka menggunakan kapal-kapal yang kecil, menangkap ikan secukupnya. Dalam konteks ruang, mereka harus berhadapan dengan kapal-kapal besar," kata Susan kepada KBR.

Susan mengatakan pembangunan pelabuhan untuk proyek lumbung ikan nasional jelas diperuntukkan bagi pemilik kapal-kapal besar atau pengusaha besar.

"Pelabuhan ini tentu konteksnya bukan untuk nelayan, bukan tempat sandar untuk mereka, tapi untuk kapal-kapal besar. Belum lagi kalau mereka di tengah laut bertemu kapal-kapal besar. Mereka pasti menjadi was-was dan takut, yang namanya di tengah laut takut tertabrak," ujar Susan.

Susan mengatakan, seharusnya pemerintah lebih memfasilitasi para nelayan, dengan memberi apa yang mereka butuhkan, agar bisa bersaing dengan kapal-kapal besar. Ia menilai pemerintah harus mengubah perspektif mengenai sumber daya manusia di sektor perikanan.

"Khususnya nelayan tradisional di Maluku ini, sudah difasilitasi belum oleh negara? Jangan-jangan memang ada gap yang cukup sensitif yang sebenarnya negara kita abai. Misalnya dalam konteks bahan bakar minyak, nelayan tradisional sama para pengusaha besar itu seolah-olah sama di mata negara. Sama-sama mendapatkan subsidi. Seharusnya yang mendapatkan subsidi itu nelayan-nelayan tradisional, bukan nelayan nelayan besar," ujar Susan.

KIARA juga mengkritik pemerintah yang selama ini memberikan apa yang dibutuhkan nelayan. Sedangkan bantuan yang diberikan pemerintah justru tidak sesuai dengan yang dibutuhkan nelayan. Susanmencontohkan program pemberian jaring tangkap yang akhirnya banyak dijual kembali, lantaran tidak bisa digunakan. Begitu juga pengadaan kapal Inka Mina.

"Mereka butuh lautnya supaya mereka bisa melaut dengan tenang. Tanpa ada rasa takut, tanpa ada rasa was-was akan ditabrak kalau di perairan Maluku. Itu beda dengan yang di daerah barat, beda banget kondisi lautnya. Makanya waktu itu pernah ada program kapal Inka Mina, di periodenya Menteri Fadel ke Menteri Susi. Kalau nggak salah itu ada kapal Inka Mina. Banyak kapal Inka Mina yang nggak bisa dipakai di wilayah timur Indonesia karena negara kita enggak melihat disparitas geografis yang berbeda. Di wilayah timur itu nggak bisa pakai kapal-kapal yang sembarangan," ujarnya.

Baca juga:

Kritikan terhadap proyek Lumbung Ikan Nasional juga disampaikan anggota Aliansi Masyarakat Pesisir Maluku (AMPM), M Yusuf Sangadji.

Demi menolak proyek pembangunan LIN, Yusuf bahkan rela berenang sejauh 3 kilometer selama dua jam dari pesisir Waai hingga Pulau Pombo, pada 18 Agustus 2021 lalu.

"Dengan adanya lumbung ikan nasional dan akan dibangunnya Ambon New Port di pulau Ambon, maka apa yang menjadi tempat bermain kami, tempat penghidupan orang tua kami akan hilang. Maka saya berenang dari Waai ke Pulau Pombo ini sebagai isyarat bahwa negara jangan merampas ruang hidup kami. Pemerintah provinsi jangan merampas ruang hidup anak-anak orang Maluku, jangan merampas hak-hak nelayan-nelayan kecil," ujarnya.

Yusuf juga mempertanyakan apa yang sebenarnya sedang dikerjakan pemerintah dalam proyek besar tersebut, sehingga mengesampingkan hak-hak warga negaranya sendiri.

Editor: Agus Luqman

  • Lumbung Ikan Nasional
  • Ambon New Port
  • sumber daya kelautan
  • KKP
  • kelestarian laut

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!