Article Image

BERITA

Inisiatif Berbagi Konten Pembelajaran Gratis

Senin 30 Agu 2021, 10.57 WIB

Tangkapan layar laman akun Youtube Math Gyver

Pengantar:

Pelajaran Matematika masih menjadi momok bagi banyak siswa. Terlebih di masa pandemi karena minimnya sekolah tatap muka. Math Gyver, sebuah akun anonim punya inisiatif membantu siswa belajar matematika dengan cara menyenangkan. Materi berupa video rutin diunggah di kanal Youtube dan bisa diakses gratis. Selain itu, siswa juga bisa berdiskusi secara virtual tentang kesulitan belajarnya. Jurnalis KBR Valda Kustarini berbincang dengan pemilik akun Math Gyver tentang inisiatifnya ini.

KBR, Jakarta - "Bilangan pecahan itu apa sih maksudnya? Seperti ini lho. Kan ini ada satu buah pizza, ini dua buah pizza. Bilangan satu dan bilangan dua yang ada di sini kita sebut bilangan bulat, karena nilainya bulat. Bila pizza ini dibagi maka tidak utuh lagi. Jika dibagi empat maka jadi seperempat pizza”

Demikian seorang narator pria di sebuah video di akun Youtube Math Gyver menerangkan pelajaran matematika untuk kelas 4 SD. Gambar pizza ditampilkan agar materi mudah dipahami.

Si narator tak tampak, yang terdengar hanya suaranya. Math Gyver ingin tetap berstatus anonim dengan alasan akun dan konten yang dibuatnya bukan untuk tujuan komersial.

Inisiatif Math Gyver membuat dan mengunggah konten pembelajaran matematika dimulai sejak pandemi Covid-19. Banyak anak di sekitar tempat tinggalnya kesulitan belajar karena sekolah ditutup.

"Mereka sering punya kendala dengan PR. Sering banget teman atau tetangga-tetangga pada cerita, orang tua ribut berantem sama anaknya. Di tengah pandemi, berantem-berantem di keluarga, ibu dan anak kayaknya ga asik deh. Akhirnya saya coba buat semacam media pembelajaran yang ga berbayar karena ga semua orang bisa punya yang berbayar,” kata Math Gyver.

Tangkapan layar konten video Math Gyver

Mulanya Math Gyver membantu mengerjakan soal melalui aplikasi pesan Whatsapp. Melihat animo siswa yang meningkat, ia memutuskan membuat video materi pelajaran pada Juli 2020.

"Lewat WA grup kok makin lama makin banyak nomor tak dikenal yang tanya-tanya, kirim foto soal segala macam. Akhirnya kelabakan ya, mulailah berpikir untuk kayaknya kalau buka Youtube bikin penjelasan di-share lebih efektif," tutur dia.

Pemilihan nama akun di Youtube terinspirasi tokoh MacGyver yang kreatif.

"Zaman dulu kan pernah ada film MacGyver, kayaknya orang ini bisa menemukan sesuatu hal yang sederhana. Ya udah saya suka jadi Math Gyver aja, just like that,” ujarnya.

Materi video biasanya diunggah dua hari sekali. Jumlahnya kini tak kurang dari 165 video dengan materi bervariasi mulai dari jenjang SD hingga SMA. Kurikulum 2013 keluaran Kementerian Pendidikan menjadi pedoman untuk membuat konten.

"Materi dari video itu udah standar silabus. Jadi saya buatin materi paling simplifikasi aja, simplifikasi masalahnya lebih sederhana, lebih mudah dicerna, ga terlalu panjang itu aja," terang Math Gyver.

Lewat kanal ini, Math Gyver ingin mengajarkan matematika dengan cara yang menyenangkan. Pasalnya, selama ini matematika dianggap momok bagi banyak siswa.

“Saya lebih cenderung ngajak anak-anak untuk tidak takut, berpikir sederhana, jangan berpikir pelik, jangan takut lihat simbol. Kedua, banyak bercanda sih. Matematika kan terlalu diagungkan ya di Indonesia. Padahal sebenarnya matematika tidak seagung itu, matematika itu sesuatu hal yang membumi yang setiap hari ada. Jadi ngapain ditakutin?” kisahnya.

Baca juga: Berbagi Tanpa Sekat di Tengah Pandemi

Siswa di Kerten, Surakarta mengikuti pembelajaran daring, Senin (12/7/2021). Akhir Agustus, sekolah tatap muka terbatas mulai digelar di wilayah PPKM level 3 dan 2. Foto: Antara/M Ayudha

Saban membuat konten, Math Gyver putar otak bagaimana caranya menjelaskan dengan contoh-contoh yang dekat dengan keseharian siswa.

“Contoh anak paling ga suka ketemu phi. Akhirnya saya ngomong di grup 'coba anak-anak cari sesuatu yang lingkaran. Ambilah pita atau tali kelilingi. Lalu ukur.' Nah apabila tali diukur dibagi sama diameternya pasti jawabannya 3,14. Mereka bilang 'bener! sulap!' Akhirnya mereka 'Ayo bang bikinkan video lingkaran.' Waduh happy banget saya,” tutur Math Gyver.

Math Gyver juga membuka forum di platform Twitter dan Telegram. Di Telegram, ia membuat kanal Ruang Siswa, tempat anak-anak bebas bertanya dan berdiskusi tentang matematika. Partisipannya tak hanya dari Jawa, tapi sampai ke Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur dan Maluku.

Namun, ia menekankan kanal-kanal yang dibuatnya bukan lah joki tugas.

“Ruang siswa itu bukan ruang joki ya, bukan menyediakan segala jawaban. Tapi kalau kamu nanya, itu berarti kamu ada bagian yang ga ngerti. Nah bagian yang ga ngerti itulah yang saya sajikan lewat video pembelajaran,” jelasnya.

Ia bisa melayani 60 hingga 80 soal tiap hari, mulai dari jam 6 sore hingga 12 malam. Selain matematika, Mathgyver juga membuka ruang untuk diskusi materi Fisika. Selain dengan siswa, ia juga berinteraksi dengan orang tua dan para guru.

"Kadang-kadang diskusi ya mengenai materi matematikanya sendiri sih yang lebih banyak. Saya juga belajar dari mereka, 'Hei bang kalau sama anak SD, suaranya jangan kenceng-kenceng. Terus kalau anak SMA ga usah dimanja-manja," imbuh Math Gyver.

Seorang ibu menemani anaknya belajar di sela berdagang di Petojo, Jakarta, Rabu (25/8/2021). Foto: Antara/Indrianto

Inisiatif Math Gyver ini diapresiasi oleh Delbert Lim, peneliti dari lembaga riset SMERU. Apalagi, tujuan dan metode yang digunakan berorientasi pada peningkatan kemampuan siswa.

"Bahkan di luar pandemi pun sebenarnya membutuhkan hal tersebut (inisiatif seperti Math Gyver). Indonesia itu kekurangan sumber pembelajaran yang aksesibel. Kalau kita bilang untuk tes SMBPTN, jika kita lihat di toko buku, itu kebanyakan bukan penjelasan mengenai materinya, tetapi lebih ke fokus soal. Dan itu juga yang sedang terjadi di sekolah-sekolah saat ini. Mereka kebanyakan belajar melalui mengerjakan soal," kata Delbert.

Delbert saat ini tengah melakukan riset tentang kemampuan siswa selama pandemi. Menurutnya, kontribusi Math Gyver, jika banyak direplikasi, bisa mencegah potensi penurunan kemampuan siswa atau learning loss di masa pandemi.

"Pendidikan itu sifatnya kumulatif. Jadi teori dan konsep yang dipelajari di SD-SMP, itu akan berguna seterusnya hingga mereka nanti berkuliah atau pendidikan tinggi lainnya. Jika mereka tidak dapat menguasai dasar-dasar konsep yang harusnya mereka kuasai, itu sangat berdampak besar pada kemampuan mereka untuk bisa belajar hal apapun," pungkas Delbert.

Penulis: Valda Kustarini

Editor: Ninik Yuniati