BERITA

Epidemiolog: Ada Potensi Varian Baru COVID-19 'Made In Indonesia'

"Saat ini Indonesia masih menjadi pusat penularan tinggi COVID-19. Jika pengendalian virus tidak maksimal, dikhawatirkan akan menciptakan varian baru yang membahayakan."

Epidemiolog: Ada Potensi Varian Baru COVID-19 'Made In Indonesia'
Seorang pasien COVID-19 yang dinyatakan sembuh keluar dari RS Darurat Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Rabu (11/8/2021). (Foto: ANTARA/Risyal Hidayat)

KBR, Jakarta - Ahli epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mendorong pemerintah terus mengoptimalkan testing, tracing dan treatment (3T).

Dicky mengatakan saat ini Indonesia masih menjadi pusat penularan tinggi virus korona.

Jika pengendalian virus tidak maksimal, kata Dicky, dikhawatirkan akan menciptakan varian baru yang membahayakan.

"Yang paling kita khawatirkan dalam konteks pandemi adalah ketidakmampuan kita mengendalikan penyebaran virus ini akan membuat potensi besar lahirnya varian yang baru 'made in Indonesia' yang merugikan kita semua dan bahkan dunia," kata Dicky kepada KBR, Selasa (10/9/2021).

Dicky menambahkan strategi 3T, 5M dan vaksinasi harus dilakukan di semua daerah secara kuat, konsisten, dan berkomitmen tinggi.

Ia juga mengingatkan, bila penanganan pandemi tidak dibarengi dengan tiga strategi tersebut, maka angka kesakitan dan kematian akibat Covid-19 akan semakin besar.

"Indonesia negara kepulauan yang memiliki pola pandeminya berbeda dengan negara daratan. Makanya pulau di luar Jawa Bali harus memperkuat strategi 3T, 5M dan vaksinasinya," katanya.

Baca juga:

Koordinasi Pemerintah

Sementara itu, pengamat kebijakan bublik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menilai komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah tidak berjalan baik dalam penanganan pandemi COVID-19.

Hal ini menyebabkan banyak kebingungan bagi masyarakat. Salah satunya, kebijakan terkait vaksinasi. Menurut Trubus, ada masalah administrasi di beberapa daerah lantaran komunikasi antar pemerintah tidak berjalan sejak awal terkait data kependudukan.

"Pelaksanaan vaksinasi misalnya, itu kan tanggung jawab Kementerian Kesehatan. Tapi di Kementerian Kesehatan datanya seolah-olah itu punya data Kementerian Kesehatan. Itu ego sektoral, maka yang terjadi begitu mau disuntik kan banyak masalah administrasi keluar. Misalnya ada NIK yang double dipakai orang, yang itu semua kan Kementerian Kesehatan dalam membuat data enggak berkoordinasi atau bekerjasama dengan Dukcapil. Akhirnya di bawah terjadi kebingungan masyarakat. Ada yang sampai empat kali baru divaksin karena namanya dipakai terus, itu kan di Bogor terjadi seperti itu," ujat Trubus, saat dihubungi KBR, Selasa (10/8/2021).

Trubus Rahardiansyah mengatakan selain membingungkan masyarakat, kurangnya koordinasi antar pemerintah pusat dan daerah juga membuat pelaksanaan kebijakan tidak berjalan maksimal.

Dalam pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), kata Trubus, tidak ada indikator yang disampaikan kepada pemerintah daerah terkait kebijakan tersebut.

"Implementasi di lapangan banyak terjadi kebingungan. Apa yang diputuskan pusat, kemudian di daerah tidak terlaksana dengan baik. Kalau PPKM darurat level 4 perpanjangan ini sebenarnya pemerintah pusat yang mau, tapi di-'lempar handuk'. Daerah sudah melaksanakan teknisnya, tapi persoalannya daerah bingung. Seperti misalnya sektor esensial atau nonesensial, itu kan membingungkan implementasinya," ujar Trubus.

Baca juga:

Ia juga mengkritisi cara pemerintah dalam menyampaikan informasi terkait perpanjangan PPKM Darurat, yang dilakukan pada malam hari.

Menurutnya, informasi tersebut bisa dilakukan pada jam kerja, bersama dengan para kepala daerah, sehingga tidak terkesan bahwa itu adalah keputusan pusat.

Selain itu, Trubus juga meminta pemerintah memberikan edukasi kepada masyarakat terkait kebijakan-kebijakan yang telah dibuat. Selama ini, masyarakat hanya dilarang tanpa diberi edukasi apa yang harus dilakukan dan tidak dilakukan.

"Jadi perlu masyarakat tidak hanya dituntut untuk sadar, patuh, tapi masyarakat juga harus diberi bimbingan, bimbingan edukasi, jadi itu yang penting di situ, karena kan penanganan Covid itu cuma dua, masalah kebijakan publik nomor duanya perubahan perilaku masyarakat cuman itu doang." Ujarnya.

Editor: Agus Luqman

  • varian baru
  • COVID-19
  • Vaksinasi Covid-19
  • pandemi
  • Epidemiolog
  • 3T
  • 5M

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!