BERITA

Edukasi dan Sosialisasi, Kunci Atasi Kelompok Anti-Vaksin COVID-19

""Apa yang harus kita lakukan? Tentu saja edukasi dan sosialisasi itu harus terus menerus dilakukan. Kita tidak mungkin (edukasi) sekali saja, dua kali saja, tidak mungkin.""

Edukasi dan Sosialisasi, Kunci Atasi Kelompok Anti-Vaksin COVID-19
Seorang warga selesai mengikuti vaksinasi COVID-19 di Malang, Jawa Timur, Sabtu (31/7/2021). (Foto: ANTARA/Ari Bowo Sucipto)

KBR, Jakarta - "Vaksinasi saya belum ya, untuk Covid-19 ini. Karena, menurut saya vaksin itu kan belum uji klinis tahap III, jadi masih diragukan. Apalagi ketika dikombinasi, misalnya (orang sudah) vaksin kemudian minum obat lain, itu efeknya seperti apa, itu kan belum ada penelitian. Efek jangka pendek atau jangka panjangnya kan belum ketahuan," kata Iman kepada KBR, Rabu (4/8/2021).

Iman, seorang warga Purworejo, Jawa Tengah merupakan bagian kecil masyarakat yang enggan mengikuti vaksinasi COVID-19. 

Ada pula Gusti, warga asal Tangerang Selatan yang masuk kelompok masyarakat dengan sikap menolak vaksin.

"Setiap vaksin ada tingkatan. Yang masuk ke sini (Indonesia) kan (efikasi) masih 60 persen sekian efektivitasnya. Bagi saya, ini masih riskan saja. Satu lagi, ini juga beritanya banyak yang hoaks, simpang siur, segala macam," kata Gusti kepada KBR, Rabu (4/8/2021).

Iman dan Gusti memberikan alasan berbeda terkait sikap mereka menolak vaksinasi COVID-19. 

Pandangan berbeda disampaikan Doddy, warga asal Jakarta. Ia menyebut manfaat vaksinasi membuat efek atau gejala saat ia terpapar Covid-19 menjadi tidak terlalu parah.

"Waktu itu saya berpikir, saya sudah vaksin dua kali, mudah-mudahan efeknya tidak terlalu parah. Ternyata yang saya alami juga cuma tiga hari drop, hari keempat sudah normal, hari ketujuh itu saya sudah rapat zoom di kantor," kata Doddy kepada KBR, Rabu (4/8/2021).

Istri Doddy juga juga terpapar Covid-19. Namun sang istri tidak bisa divaksin karena memiliki komorbid atau penyakit penyerta. Karena tidak divaksin, gejala covid-19 yang dialami istrinya jauh lebih parah, termasuk proses penyembuhan yang lebih lama dibanding mereka yang sudah mendapat vaksinasi.

Menanggapi pesimisme semacam itu, Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito membantah kabar miring terkait efek vaksinasi. Wiku juga meminta masyarakat tidak serta merta memercayai berita bohong atau hoaks yang tidak jelas kebenarannya.

"Terkait dengan pelbagai hoaks Covid-19 yang banyak tersebar, saya meminta kepada masyarakat untuk dapat selektif dan bijak dalam memilih dan menyebarkan informasi. Penting untuk diketahui, hoaks dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap upaya penanganan pandemi yang dilakukan pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama," ujar Wiku dalam konferensi pers daring, Selasa (3/8/2021).

Wiku menyatakan vaksin adalah virus yang sudah dimatikan dan tidak utuh, sehingga tidak akan mampu bermutasi. Selain itu, vaksinasi merupakan bagian dari kombinasi penyelamatan masyarakat dari pandemi virus corona. Termasuk di dalamnya taat protokol kesehatan 3M, memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak serta 3T, testing, tracing dan treatment.

Di sisi lain, ahli sosiologi Bayu Yulianto menganggap penolakan vaksin dari masyarakat bukan hanya dialami masyarakat Indonesia namun juga beberapa negara lain di dunia. Bayu meminta pemerintah mendalami berbagai alasan penolakan masyarakat melalui dialog.

"Bagi saya yang pertama-tama harus dilakukan oleh pemerintah adalah mendalami, mereka-mereka yang masuk dalam kategori atau kelompok masyarakat yang enggan di vaksinasi ini basisnya apa. Didalami, didialogkan, dikomunikasikan dengan mereka (penolak). Apa dasar mereka menolak? (mungkin) Macam-macam lah saya kira. Konspirasi global, sisi agama, mungkin Covid tidak ada, segala macam itu perlu dipahami," kata Bayu kepada KBR, Rabu (4/8/2021).

Bayu menilai banyak persepsi dan paradigma di masyarakat, dalam memahami vaksinasi. Menurutnya, hal itu terjadi karena adanya mispersepsi, atau kurang pahamnya masyarakat terkait vaksinasi. 

Ia pun mendorong agar pemerintah bersama pakar kesehatan, pemuka agama, hingga tokoh masyarakat, memasifkan edukasi dan sosialisasi vaksinasi covid-19. 

Menurut Bayu, dengan keterlibatan semua pihak dalam meyakinkan masyarakat, vaksinasi akan bisa diterima semua lapisan dan golongan masyarakat. Dengan begitu, diharapkan Indonesia segera mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity serta bebas dari pandemi covid-19.

"Apa yang harus kita lakukan? tentu saja edukasi dan sosialisasi itu harus terus menerus dilakukan. Kita tidak mungkin sekali saja, dua kali saja, tidak mungkin. Edukasi dan sosialisasi itu harus dilakukan, supaya itu betul-betul terinternalisasi dalam warga, itu yang pertama. Kedua, mempermudah akses baik mereka menengah perkotaan maupun masyarakat desa,"tutur Bayu.

Editor: Agus Luqman

  • vaksinasi
  • Vaksinasi Covid-19
  • Satgas Covid-19
  • vaksin covid-19
  • hoaks
  • edukasi
  • anti-vaksin
  • pandemi
  • solusi
  • 3T

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!