BERITA

Akui Ada Keterlambatan Update Data Kematian COVID-19, Ini Saran PERSI

Akui Ada Keterlambatan Update Data Kematian COVID-19, Ini Saran PERSI

KBR, Jakarta - Pengurus Pusat Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Tonang Dwi Ardyanto mengakui ada keterlambatan dalam pembaruan laporan kasus meninggal akibat Covid-19.

Ia mengatakan hal itu terjadi lantaran harus menunggu hasil pemeriksaan laboratorium di rumah sakit perihal status pasien.

Tonang menyarankan agar pemerintah juga melaporkan data kematian pasien dengan status probable. Sehingga, tak perlu menunggu lama untuk melaporkan kasus kematian kepada masyarakat.

“Kita kembangkan status probable yaitu orang yang meninggal dengan kondisi khas Covid-19, tetapi belum ada hasil labnya. Dengan demikian nanti kita bisa punya ruang untuk membuktikan bahwa ada probable. Saya kira itu satu jalan tengah untuk mengurai soal keterlambatan data yang harus menunggu hasil pemeriksaan laboratorium, ini bisa kita kurangi,” kata Tonang kepada KBR, Rabu (11/8/2021).

Tonang Dwi Ardyanto menambahkan, status probable juga bisa diberikan kepada pasien yang meninggal saat menjalani isolasi mandiri. Jika itu terdata, kata dia, laporan kasus kematian Covid-19 akan lebih mendekati data yang sebenarnya.

Belum Ideal

Kelompok masyarakat sipil Lapor Covid-19 menekankan pentingnya angka kematian sebagai indikator penanganan Covid-19 di tanah air.

Pendiri Lapor Covid-19, Irma Hidayana mengatakan angka kematian merupakan indikator dampak buruk dari kondisi pandemi Covid-19 di suatu wilayah.

Irma bahkan mengatakan angka kematian yang sudah tercatat sebelumnya masih belum ideal dan akurat karena yang tercatat hanya dari konfirmasi alat tes PCR.

"Ternyata data kematian yang diumumkan Kemenkes itu belum mengakomodasi seluruh data kematian yang terjadi di daerah-daerah. Ini akibat tidak diinputnya data kematian di kabupaten kota. Jadi yang sudah ada ini saja belum merefleksikan besaran kematian yang sebenarnya," kata Irma saat dihubungi KBR, Rabu (11/8/2021).

Irma Hidayana mendorong agar pemerintah tetap mencatat dan mempublikasikan data kematian pasien Covid-19, serta kematian pasien yang menunjukan gejala-gejala Covid-19. Kecuali jika penyebab kematian seperti kecelakaan transportasi.

Ia mengatakan data tersebut akan membantu sistem kesehatan untuk melakukan tindakan preventif jika terjadi pandemi pada kemudian hari.

Baca juga:

Tetap disertakan

Sementara itu, Epidemiolog dari Universitas Indonesia Iwan Ariawan mengatakan angka kematian yang menjadi dasar indikator penetapan kebijakan PPKM harus tetap disertakan.

Dia beralasan, pemerintah hanya perlu sosialisasikan jika terjadi lonjakan kasus akibat keterlambatan data masuk.

Sebelumnya Koordinator PPKM Jawa-Bali Luhut Panjaitan mengeluarkan indikator kematian dalam penilaian PPKM level. Alasannya, input data tidak update sehingga menimbulkan distorsi penilaian.

Juru bicara Luhut, Jodi Mahardi membantah pemerintah menghapus indikator kematian dari daftar asesmen level PPKM. Ia mengatakan indikator kematian tidak dipakai sementara karena ada data yang bias.

Sementara itu, Ketua Bidang penanganan Kesehatan Satgas Covid-19, Alexander Ginting, mengatakan angka kematian tidak dihapus dan tetap dipakai sebagai indikator untuk menangani pandemi.

Menurut Alex, pernyataan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B Panjaitan, merujuk pada penetapan untuk status level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan bukan untuk penanganan pandemi secara keseluruhan.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman

  • kematian COVID-19
  • pandemi covid-19
  • PERSI
  • PPKM Darurat
  • PPKM Level 4
  • PPKM Jawa Bali
  • Satgas Covid-19

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!