KBR, Jakarta- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati putusan MA yang menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus eks-Kepala Badan Penyehatan Perbankan Negara (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. PK itu diajukan pada 17 Desember 2019 lalu oleh KPK terkait vonis lepas Syafruddin pada tingkat kasasi.
Jubir KPK Ali Fikri menyampaikan akan mempelajari dan mengkaji kembali putusan itu, termasuk kemungkinan langkah hukum yang bisa diambil.
Jubir KPK Ali Fikri menambahkan, PK JPU KPK itu di tolak MA sebelum ada penunjukan majelis hakim karena Jaksa dianggap tidak memenuhi syarat formil untuk melakukan PK. Sehingga berkas dikirim kembali ke PN Jakarta Pusat dengan surat tertanggal 16 Juli 2020.
Sebelumnya diberitakan, MA memutuskan tidak menerima permohonan PK dari KPK atas Syafruddin Arsyad Temenggung. Bekas Kepala BPPN itu divonis lepas di tingkat kasasi lantaran perbuatannya di kasus BLBI dinilai hakim merupakan perbuatan perdata, bukan pidana.
Putusan lepas bekas terdakwa Syafruddin pada tahap kasasi mendapat catatan pegiat antikorupsi karena dugaan adanya dissenting opinion oleh majelis hakim. Hakim anggota Syamsul menilai terdakwa Syafruddin terbukti menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI terhadap obligator Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), namun bukan termasuk pelanggaran pidana, yaitu perdata. Sementara hakim anggota lainnya, Mohamad Askin menilai kasus yang menjerat Syafruddin masuk pada ranah administratif. Sementara Ketua Majelis, Salman Luthan menilai perkara ini masuk ranah pidana.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada September 2018 menghukum Syafruddin 13 tahun penjara dan denda Rp 700 juta subsider 3 bulan kurungan. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa 15 tahun penjara.
Saat kasus ini banding, Januari 2019 Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman menjadi 15 tahun penjara. Hakim juga menghukum denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan.
Namun saat di Kasasi, pada Juli 2019, Mahkamah Agung membebaskan Syafruddin. Majelis hakim MA menyatakan perbuatan bekas Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional itu bukan tindak pidana.
Editor: Rony Sitanggang