BERITA

Ribuan Orang Desak Pemerintah Nyalakan Lagi Internet di Papua

Ribuan Orang Desak Pemerintah Nyalakan Lagi Internet di Papua

KBR, Jakarta - Gabungan masyarakat sipil berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jakarta, Jumat sore (23/8/2019).

Massa yang terdiri dari anggota Safenet, Kontras, Amnesty Internasional, hingga Aliansi Jurnalis Independen ini mendesak pemerintah menghentikan pemblokiran internet di Papua.

"Kegelapan informasi ini harus dilawan, kegelapan informasi ini harus dihentikan sekarang juga. Dan kami berharap masyarakat membuka mata lebar-lebar terhadap situasi yang terjadi di Papua," tegas Executive Director Safenet Damar Juniarto dalam aksi tersebut. 

Mereka juga membawa petisi berjudul #Nyalakan Lagi Internet di Papua dan Papua Barat, yang sampai Jumat sore (23/8/2019) sudah diteken sekitar 9.000 orang di platform Change.org. Petisi lengkapnya dapat dilihat di sini.

Petisi tersebut dibuat Safenet sesaat setelah Kementerian Kominfo mengumumkan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat pada Rabu (21/8/2019).

Menurut Kementerian Kominfo, pemblokiran dilakukan demi mencegah penyebaran hoaks terkait rasisme yang bisa memicu kerusuhan. Kominfo menyatakan pemblokiran internet akan terus berlangsung hingga situasi Papua kembali kondusif


Baca Juga:

Kominfo Blokir Internet di Papua, Publik Sulit Dapat Fakta

YLBHI: Pemerintah Menutup-nutupi Situasi di Papua


Monopoli Informasi

Kalangan aktivis menilai pemblokiran internet di Papua tidak sepantasnya dilakukan pemerintah. Selain melanggar hak asasi, pemblokiran juga menyulitkan publik mendapat fakta tentang kondisi Papua, yang dilanda kerusuhan sepekan belakangan.

“Dampak dari pemblokiran dan pembatasan akses adalah, masyarakat terhambat untuk mengabarkan situasi keselamatan dirinya dan susah mendapat informasi. Sulitnya jurnalis untuk menginformasikan fakta di lapangan, dan ekspresi masyarakat yang ingin menyampaikan pendapatnya atas situasi yang ada,” jelas Executive Director Safenet Damar Juniarto kepada KBR, Kamis (21/8/2019).

Hal serupa diutarakan pengacara HAM Veronica Koman. Ia bahkan khawatir pemerintah memblokir internet supaya bisa mengontrol penuh informasi tentang situasi Papua.

"Banyak yang tidak bisa dihubungi kawan-kawan. Menurut saya ini karena, ini biar pemerintah pusat bisa monopoli narasi tentang keadaan di Papua," tutur Veronica kepada KBR, Kamis (22/8/2019).

"Ini sangat mengkhawatirkan karena kebijakan ini dilakukan tepat sehari setelah ada penurunan lebih dari 1.000 TNI Polri tambahan ke Papua. Ini mau ngapain maksudnya?" lanjut dia.


Melanggar Hukum

Menurut Direktur Eksekutif ICJR Anggara Suwahju, pemerintah memang sudah seharusnya menghentikan pemblokiran internet di Papua, karena langkah tersebut melanggar hukum.

"Satu-satunya landasan hukum (pemutusan layanan komunikasi) hanya kalau negara dinyatakan dalam keadaan darurat. Bisa seluruh atau sebagian negara. Kan presiden tidak pernah mengatakan itu dalam keadaan darurat," kata Direktur Eksekutif ICJR Anggara Suwahju kepada KBR, Jakarta, Kamis (22/8/2019).

"Tiba-tiba ada pembatasan dan pemutusan akses komunikasi, yang sebetulnya itu adalah hak dasar setiap orang. Itu yang kita pandang bahwa Menkominfo sudah melakukan perbuatan melanggar hukum," sambungnya.

Editor: Agus Luqman

  • pemblokiran internet
  • pembatasan medsos
  • papua
  • Papua Barat
  • konflik papua
  • rasisme

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!