BERITA

MA: Pengetatan Aturan Perkawinan Anak Bisa Membentur Hukum Adat

MA: Pengetatan Aturan Perkawinan Anak Bisa Membentur Hukum Adat
Ilustrasi: Perkawinan anak di bawah umur. (Foto: Pixabay/Erika Wittlieb)

KBR, Jakarta - Sejumlah aktivis meminta Mahkamah Agung (MA) memperketat aturan soal dispensasi perkawinan anak. Namun, menurut MA pengetatan aturan itu bisa membentur hukum adat. 

"Ya misalkan Perma (Peraturan Mahkamah Agung) sudah sangat ketat. Bagaimana dengan nilai-nilai kearifan lokal? Kita bisa melawan nggak itu? Sangat menentukan budayanya juga, dan dalam sejarah, hukum adat memang banyak (mengizinkan) perkawinan yang modelnya seperti itu," kata juru bicara MA Abdullah kepada KBR, Kamis (1/8/2019).

Menurut Abdullah, pengetatan dispensasi juga terkendala banyaknya anggota masyarakat yang belum teredukasi soal bahaya perkawinan anak.

Abdullah mengaku hingga kini MA masih menggodok rancangan Perma tentang pengetatan perkawinan anak. Namun, dia tidak bisa memastikan kapan Perma itu rampung.


Aturan Dispensasi Perkawinan Anak Terlalu Longgar

Isu pengetatan perkawinan anak ini salah satunya disuarakan oleh Koalisi Perempuan Indonesia (KPI). Menurut mereka, aturan pemberian dispensasi untuk menikahkan anak dibawah umur terlalu longgar.

"Selama ini pengajuan dispensasi tidak harus melampirkan apapun. Ketika orang tua menyampaikan bahwa anaknya sudah hamil, mereka tidak pernah menyerahkan bukti bahwa dia dinyatakan positif hamil. Tidak ada pembuktian itu," jelas anggota KPI Lia Anggiasih kepada KBR, Selasa (23/7/2019).

"Termasuk si anak sendiri tidak pernah ditanya, apakah ini keinginan si anak atau tidak. Menikah ini benar kemauannya atau tekanan orang tua? Itu nggak pernah dilakukan. Nah, kami minta itu dimasukkan ke Raperma yang sedang disusun Mahkamah Agung saat ini," tambahnya.

Sejalan dengan KPI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) juga menilai pengetatan dispensasi perlu dilakukan, demi memperbaiki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia.

"Bayangkan anak-anak menikah, melahirkan, lalu punya anak. Bekal si orang tua karena harus menikah dini, melahirkan, terus tidak sekolah, mungkin akan menurunkan Indeks Pembangunan Manusia kita," kata Lia kepada KBR, Jumat (26/7/2019).

Lia juga menegaskan, saat ini pemerintah tengah berupaya merevisi UU Perkawinan tentang batas usia minimal menikah, dari 16 tahun menjadi 19 tahun.

Editor: Adi Ahdiat

  • Perkawinan Anak
  • Revisi UU Perkawinan
  • Kementerian PPPA

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!