BERITA

74 Tahun Merdeka, Jutaan Warga Indonesia Belum Nikmati Listrik

74 Tahun Merdeka, Jutaan Warga Indonesia Belum Nikmati Listrik

KBR, Jakarta- Sebentar lagi Indonesia akan merayakan ulang tahun kemerdekaan yang ke-74. Namun, di usia yang cukup tua ini, negara belum juga memenuhi kebutuhan dasar warganya secara merata.

Dalam hal energi, misalnya. Setelah puluhan tahun merdeka, hingga kini masih ada jutaan warga Indonesia yang belum menikmati listrik.

Menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN 2019-2028 rasio elektrifikasi Indonesia baru mencapai 98,30 persen.

Artinya, dari sekitar 67,17 juta rumah tangga di seluruh Indonesia, baru sekitar 66,03 juta rumah tangga yang sudah dialiri listrik. Sedangkan 1,14 juta rumah tangga lainnya masih "gelap".

Statistik Indonesia 2018 menjelaskan rata-rata rumah tangga Indonesia dihuni 4 orang. Dengan begitu, jumlah warga yang belum menikmati listrik bisa diperkirakan mencapai sekitar 4,56 juta orang.


Provinsi yang Masih "Gelap"

Menurut RUPTL PT PLN 2019-2028, dari 35 provinsi di Indonesia, provinsi yang sudah dialiri listrik 100 persen hanyalah Bali.

Sebanyak 20 provinsi lainnnya memiliki rasio elektrifikasi 95-99 persen, 9 provinsi rasionya 90-95 persen, dan 4 provinsi rasionya 80-90 persen.

Rasio akses listrik terendah ada di Nusa Tenggara Timur yakni 62 persen, diikuti oleh Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, dan Gorontalo.

PT PLN menargetkan akses listrik baru akan menjangkau warga Indonesia sepenuhnya pada tahun 2020 nanti.


Kendala Distribusi Listrik

Meski sudah menargetkan rasio elektrifikasi 100 persen tahun 2020, RUPTL PT PLN terbaru juga menyebut ada risiko-risiko yang berpeluang menghambat pemenuhan target tersebut.

Dari seluruh risiko yang terdaftar dalam RUPTL, kendala terbesar adalah keterbatasan dana.

"Keterbatasan dana adalah risiko yang dominan, mengingat kebutuhan pendanaan investasi PLN yang sangat besar, jauh di atas kapasitas pendanaan internal PLN maupun pemerintah," jelas PLN dalam RUPTL 2019-2028.

Di samping masalah pendanaan, target elektrifikasi 100 persen juga berpotensi terhambat karena masalah perizinan, pembebasan lahan proyek pembangkit listrik, kesalahan desain, kenaikan harga batubara dan gas, serta keterbatasan pasokan energi fosil.

Isu sosial juga disebut menjadi salah satu risiko dominan. Contohnya saja penangkapan Direktur Utama PLN nonaktif Sofyan Basir dalam kasus korupsi PLTU Riau 1. Kasus itu sangat berisiko menghambat pembangunan pembangkit baru sekaligus perluasan distribusi listrik di wilayah Sumatera.

Editor: Agus Luqman

  • listrik
  • pemadaman listrik
  • mati listrik
  • PLN

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!