BERITA

Menteri Siti Cerita Tentang Masa kecil Agar Tak Merusak Alam

Menteri Siti Cerita Tentang Masa kecil Agar Tak Merusak Alam

Kebiasaan masyarakat yang sering menggunakan berbagai tanaman sebagai obat, atau anjuran agar jangan mengganggu alam, bukan sekedar melanjutkan apa yang dilakukan oleh nenek moyang, tapi juga merupakan salah satu wujud harmonisasi alam dan budaya.

Menteri Lingkungan dan Hidup dan kehutanan Siti Nurbaya, sudah melihat dan merasakan hal ini sejak kecil. Ia bercerita, sewaktu kecil, beliau dilarang oleh neneknya, untuk membakar lahan atau tanah agar tidak merusak alam. Ia juga ditakuti-takuti dengan apa yang akan terjadi jika hal itu tetap dilakukan.


“Waktu kecil, kalau bermain api dan tanahnya terbakar, telinga bisa tuli. Waktu itu dibilangnya seperti itu. Kita juga tahu waktu kecil, kalau ada anak kecil yang perutnya kembung, dikasih daun jarak dan kapur sedikit, lalu diusapkan. Bisa sehat.” ujarnya saat menghadiri acara puncak peringatan Hari Konservasi Alam Nasional HKAN 2018, di Bitung, Sulawesi Utara, Kamis (30/8/2018)


Saat menuju ke lokasi acara, Siti juga melihat sepanjang jalan banyak pohon angsana. Menurutnya, jika kulit pohon ini direbus atau direndam, bisa berfungsi sebagai obat panas dalam. Begitu juga dengan rebusan daun kumis kucing, yang bisa bermanfaat untuk mengatasi radang kandung kemih.  


“Banyak sebetulnya catatan alam yang masuk ke budaya kita, dan ke dalam keseharian kita," tuturnya.


Harmonisasi Alam dan Budaya


Unsur alam dan budaya tentu saja merupakan bagian dari konservasi. Menurut Siti, konservasi itu mengandung tiga unsur penting: melindungi sistem penopang kehidupan, pengawetan dari sumber daya genetik biodiversiti dan melakukan pemanfaatan alam secara lestari.


Selain itu, partisipasi dari masyarakat dari berbagai kalangan sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan alam dan konservasi yang berujung bagaimana menjaga kearifan lokal. 

Menteri Siti juga menekankan, pentingnya alam dan budaya dalam unsur-unsur bahasa, pengetahuan, sistem organisasi sosial, pemanfaatan alat dan teknologi, mata pencaharian dan kesenian.

Untuk mengajak masyarakat mewujudkan hal tersebut, pada acara peringatan HKAN 2018 yang mengusung tema "Harmonisasi Alam dan Budaya" KLHK  melakukan ragam kegiatan. 

Peserta bisa bertatap muka dan berbincang dengan para pegiat konservasi, pejuang lingkungan, pejabat KLHK serta pemerintah Sulut . Talkshow Harmonisasi Alam dan Budaya, juga ramai yang mengikuti. Peserta juga mendapat coaching clinic tentang penyelamatan satwa, fotografi dan safari pengamatan satwa di alam liar.  

Dalam ajang ini juga dihadirkan Pameran Konservasi Alam. Ada banyak hasil bumi, kerajinan dan kesenian daerah dari seluruh Indonesia, dipajangkan di 42 stan.


Pada puncak acara, 10 orang yang dinilai berjasa melestarikan lingkungan diberikan penghargaan Kalpataru oleh KLHK. Kegiatan ini diikuti sekitar 4000 peserta dari seluruh Indonesia yang diawali dengan Jambore Nasional. Mereka menginap dalam tenda-tenda yang berada di kawasan WTA Batu Putih, Bitung, Sulut, 27-30 Agustus 2018.


 

  • KLHK
  • Konservasi
  • Hari Konservasi Alam Nasional HKAN
  • Siti Nurbaya
  • Sulawesi Utara
  • Bitung
  • Alam
  • masa kecil
  • konservasi alam

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!