BERITA

Kontroversi Pengeras Suara Masjid di Berbagai Negara

Kontroversi Pengeras Suara Masjid di Berbagai Negara

KBR, Jakarta - Sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia, di Indonesia suara azan dari pengeras suara di masjid dianggap banyak orang sebagai hal yang biasa. Tapi tak bisa dipungkiri, banyak juga yang merasa terganggu akibat polusi suara yang ditimbulkan. 

Kemarin, Selasa (21/8/2018) Meiliana dijatuhi hukuman penjara 1,5 tahun oleh hakim Pengadilan Negeri Medan karena dianggap menista agama. Penyebabnya adalah keluhan yang diajukan Meiliana tahun 2016 lalu akan kerasnya suara azan masjid di Tanjung Balai, Sumatra Utara. 

Ia meminta pengurus masjid di dekat rumahnya untuk mengecilkan volume pengeras suara. Hal itu memicu kemarahan sebagian orang dan Komisi Fatwa MUI Provinsi Sumatra Utara juga membuat fatwa tentang penistaan agama yang dilakukan Meiliana.

Kasus Penistaan Agama, Meiliana Divonis 1,5 Tahun 

Tahun 2016, Sekretaris Jenderal Dewan Masjid Indonesia Imam Addaruqutni mengatakan akan menggunakan sistem akustik agar tidak terjadi polusi suara di masyarakat karena penggunaan pengeras suara di masjid-masjid terutama di daerah perkotaan.

Kontroversi mengenai pengeras suara masjid ini bukan hanya terjadi di Indonesia, beberapa negara juga memiliki permalahan yang serupa. Di negara-negara ini, Meiliana tak perlu masuk penjara.


Malaysia

Suara azan dari pengeras suara bukanlah suatu masalah bagi warga Malaysia yang tinggal di dekat masjid.   Lebih dari satu dekade, Yong Lim Chan bertempat tinggal di dekat sebuah masjid yang hanya berjarak tiga menit berjalan kaki. Itu berarti azan bisa terdengar sangat jelas. Namun, hal itu tidak mengganggu Yong karena ia merasa sudah terbiasa.

Di negara bagain Klang, Malaysia, warga Hindu bernama Shalini juga telah terbiasa dengan suara azan dari masjid di dekat rumahnya. Namun, isi ceramah yang disampaikan oleh para pemimpin agamalah yang membuat ia merasa terganggu.

"Ada kalanya pembicaraan menyinggung komunitas tertentu dan saya merasa itu tidak adil untuk ras lain," ujar Shalini dilansir dari freemalaysiatoday.com (20/10/2017).

Salah seorang warga, Noor Hidaya juga setuju dengan pernyataan Shalini yang menyatakan beberapa pembicaraan keagamaan di masjid mungkin terdengar ekstrim bagi warga non-Muslim.

"Beberapa topik mungkin menyinggung. Kita perlu berhati-hati karena kita hidup di negara multiras," kata pria berusia 35 tahun itu.

Hal ini menyebabkan Departemen Agama Islam Penang menginstruksikan masjid dan surau di negara bagian untuk menggunakan pengeras suara internal selama kuliah agama.

Arab Saudi

Dilansir dari arabnews.com, pada tahun 2015, Kementerian Urusan Islam Arab Saudi membatasi penggunaan pengeras suara eksternal, yaitu hanya untuk adzan, shalat Jumat, shalat Idul Fitri, dan doa meminta hujan.

Pembatasan ini dilakukan karena adanya keluhan-keluhan dari masyarakat di sekitar masjid yang merasa terganggu dengan suara dari masjid yang dirasa menciptakan distorsi.

Pakistan

Pada tahun 2015 pemerintah Punjab, Pakistan mengeluarkan peraturan agar masjid menggunakan satu pengeras suara eksternal untuk azan, khotbah Jumat, sholat Ied, dan pengumuman kematian seseorang.

Peraturan itu dibuat karena banyaknya ujaran kebencian yang sering dilontarkan menggunakan pengeras suara  kepada agama minoritas di wilayah tersebut.

Namun, dilansir dari dawn.com, pada April 2018 lalu, pemerintah Punjab memberlakukan Peraturan Ordonansi Sistem Perbatasan (Regulasi) Punjab, yang memungkinkan penggunaan empat sistem pengeras suara eksternal di masjid.

Perubahan regulasi ini dikarenakan adanya permintaan dari beberapa kelompok keagaaman yang mengatakan bahwa ujaran kebencian tidak akan terhindarkan walaupun menggunakan satu pengeras suara eksternal.

Selain itu, beberapa mengutip Ahadith (perkataan Nabi Muhammad SAW) untuk menuntut bahwa azan harus dipanggil ke semua empat arah, yang tidak mungkin dilakukan dengan satu pengeras suara.

Mesir

Kementerian Wakaf Mesir mengatur penggunaan pengeras suara masjid demi mengendalikan polusi suara. Hal ini merupakan jawaban atas kabar burung yang mengatakan bahwa masjid di Mesir dilarang untuk menggunakan pengeras suara.

Menteri Wakaf Mesir Mohamed Mochtar Gomaa mengatakan masjid hanya boleh menggunakan pengeras suara internal. Penggunaan pengeras eksternal boleh digunakan, jika jumlah jamaah meningkat sampai harus berdoa di luar masjid, selama sholat Jumat.

"Tidak perlu menggunakan pengeras suara jika tidak banyak jamaah," kata Gomaa dilansir dari egyptindependent.com (22/5/2017).

Israel

Pada tahun 2016, perwakilan Knesset Israel telah memberikan persetujuan yang melarang pemimpin agama menggunakan pengeras suara untuk memanggil jamaah untuk sholat (azan).

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan dukungannya yang mengatakan bahwa warga dari semua agama telah mengeluh kebisingan karena suara azan tersebut.

"Israel berkomitmen untuk kebebasan untuk semua agama, tetapi juga bertanggung jawab untuk melindungi warganya dari kebisingan," kata Netanyahu dilansir dari independent.co.uk.

Dilansir dari dailymail, RUU ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup bagi orang-orang yang tinggal di dekat masjid di Israel dan Yerusalem Timur yang telah kehilangan tidur karena mendengar adzan sebelum jam 5 pagi.

Di sisi lain, banyak orang yang menentang dan marah terhadap peraturan tersebut. Mereka menilai bahwa undang-undang itu rasis dan diklaim melanggar kebebasan beragama umat Muslim di Israel.

  • Pengeras Suara Masjid
  • masjid
  • intoleransi
  • Penistaan Agama

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!