HEADLINE

Penyusunan Revisi PP Remisi Koruptor Tak Transparan

"Sejumlah praktisi dan pakar hukum menilai proses penyusunan rancangan revisi PP Nomor 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan tak transparan."

Luqman Alfarisi

Penyusunan Revisi PP Remisi Koruptor Tak Transparan
Aksi di Gedung KPK, tolak revisi PP tentang remisi koruptor. (Foto: Antara)

KBR, Jakarta - Sejumlah praktisi dan pakar hukum menilai proses penyusunan rancangan revisi Peraturan Pemerintah PP Nomor 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan tak transparan. Pasalnya, draf revisi peraturan ini tak dibuka ke publik. Padahal menurut salah satu praktisi hukum sekaligus bekas Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim, langkah membeberkan rancangan revisi ke publik dapat dilakukan untuk mengumpulkan masukan.

"Itu jelas tidak transparan karena tidak memenuhi unsur public consultation. Setiap proses pembuatan undang-undang termasuk peraturan pemerintah, peraturan menteri, itu harus melalui proses regulation impact assessment," ujar Ifdhal di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu (20/8/2016).

Ifdhal menuturkan, tahap konsultasi publik merupakan elemen penting, sebab masyarakatlah yang nantinya terkena dampak akibat penerapan peraturan ini. Itu sebab pembahasannya tak hanya memerlukan penegak hukum, melainkan juga pelibatan masyarakat sipil termasuk akademisi dan praktisi hukum.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/08-2016/tolak_remisi_koruptor__kpk_sambangi_kemenhukham/84096.html">Tolak Remisi, KPK Sambangi Kemenkumham </a></b></li>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/terkini/08-2016/sejumlah_poin_revisi_pp_pengetatan_remisi_beri_angin_segar_koruptor/84046.html">Poin Revisi Beri Angin Segar Koruptor</a><span id="pastemarkerend"></span></b></li></ul>
    

    "Salah satu elemen penting dari regulation impact assessment ini adalah tahap public consultation. Public consultation ini harus mengundang semua stakeholder yang terkena RPP itu. Jadi bukan aparat penegak hukumnya, tapi dari orang yang bakal terkena RPP itu," imbuhnya.

    Pandangan serupa dilontarkan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho. Bahkan, dia mengungkapkan tak menemukan naskah akademis penyusunan draf revisi peraturan ini. Ia pun menyarankan Presiden Joko Widodo untuk mempertimbangkan masukan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan masyarakat sipil.

    "Harus dilihat apakah punya naskah akademik, kajian komprehensif atau tidak, jangan-jangan ini hanya obat sesaat tapi tidak menyelesaikan masalah, tambah masalah," jelas Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW ini.


    Badan Pengawas Proses Revisi

    Sementara akademisi di bidang hukum, Bivitri Susanti menilai, perlu badan pengawas khusus yang bertugas memantau penyusunan rancangan peraturan pemerintah yang ditengarai bakal memberi angin segar bagi koruptor ini. Dia pun menjelaskan, badan pengawas dibutuhkan untuk memastikan keterbukaan proses penyusunan aturan.

    "Kalau memang dibuat suatu lembaga yang bisa membuat proses ini transparan dan juga melibatkan orang-orang luar, bukan hanya internal dari Kementerian Hukum dan HAM, itu akan sangat bagus. Kita bisa sama-sama kritik dari luar kalau ada alasan-alasan yang bisa dipertanyakan," tukas Bivitri yang juga sebagai Wakil Ketua Sekolah Tinggi Hukum Jentera ini.

    Kesalahan, kata dia, bukan pada pemberian remisi. Melainkan pada kepastian mekanisme pemberian remisi. Pemerintah, kata dia, harus bisa memastikan syarat dan indikator, siapa saja yang berhak menerima remisi sebelum menerapkan aturan ini.

    "Salahnya bukan pada remisinya, tapi bagaimana cara remisi itu diberikan dan siapa yang memberikan," pungkas Bivitri.

    Baca juga:

      <li><b><a href="http://kbr.id/08-2016/kpk_pilih_walkout_bahas_pp_remisi_koruptor/84148.html">Revisi PP 99/2012 Dilanjutkan, KPK Ancam Walk Out</a></b> </li>
      
      <li><b><a href="http://kbr.id/08-2016/kpk_tolak_revisi_pp_remisi__kemenkumham_bersikukuh_lanjutkan/84162.html">Kemenkumham Bersikukuh Lanjutkan Revisi PP Remisi</a></b> <span id="pastemarkerend">&nbsp;</span></li></ul>
      

      Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) berencana merevisi PP 99/2012. Dalam revisi itu, syarat pengajuan remisi bagi terpidana kejahatan luar biasa seperti korupsi, narkoba dan terorisme disederhanakan.

      Beberapa syarat yang sebelumnya ada, bakal dihilangkan. Di antaranya syarat pelaku koruptor harus bersedia bekerjasama dengan penegak hukum dalam membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya atau justice collaborator (JC).

      Syarat lain yang juga akan dihilangkan adalah adanya rekomendasi dari lembaga penegak hukum seperti KPK.

      Dengan begitu, syarat untuk mengajukan remisi hanya dua, yaitu berkelakuan baik dan telah menjalani 1/3 pidana penjara. Selain itu, narapidana telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai putusan pengadilan.




      Editor: Nurika Manan

  • remisi koruptor
  • RPP Pengetatan Remisi
  • remisi narapidana
  • PP Pengetatan Remisi
  • Ifdhal Kasim
  • korupsi
  • Koruptor
  • Emerson Yuntho
  • ICW
  • Bivitri Susanti
  • Jentera
  • Pakar Hukum

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!