BERITA

Evaluasi SP3 Kasus Karhutla, Tito: Ada Kasus tapi Tidak Ada Tersangka

""Terbakar di suatu tempat tapi tidak tahu siapa yang bakar. Otomatis ini tidak bisa diajukan. ""

Gilang Ramadhan

Evaluasi SP3 Kasus Karhutla, Tito: Ada Kasus tapi Tidak Ada Tersangka
Kapolri Tito Karnavian. (Foto: ANTARA)



KBR, Jakarta - Mabes Polri mengirimkan tim gabungan ke Polda Riau untuk mengevaluasi keluarnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Kapolri Tito Karnavian mengatakan Komisi III DPR juga sudah meninjau langsung lokasi dan berdialog dengan penyidik.


"Setelah kita investigasi, ada yang tidak ada tersangkanya. Terbakar di suatu tempat tapi tidak tahu siapa yang bakar. Otomatis ini tidak bisa diajukan. Kemudian ada lagi yang terbakar dari luar area masuk ke dalam area perkebunan, perusahaannya kita periksa. Kalau itu merupakan dampak dari luar masuk ke dalam otomatis dia juga tidak bisa jadi tersangka," kata Tito di Rupatama Mabes Polri, Kamis (18/8/2016).


Tito menjelaskan, SP3 kasus karhutla yang melibatkan 15 perusahaan ini tidak dilakukan secara serentak. Penghentian penyidikan tersebut dilakukan bertahap sejak Januari 2015 sampai Mei 2016.


"Jangan lihat SP3 saja, lihat juga kasus yg naik banyak. Ada lebih dari 100 perkara naik ke jaksa," ujar Tito.


Penyidik di Kepolisian Daerah Riau menangani banyak kasus kebakaran hutan dan lahan. Tito mengatakan, perusahaan yang tidak bisa dihentikan penyidikannya akan dilanjutkan lewat mekanisme 'non criminal justice system'. Misalnya lewat tuntutan perdata dan pencabutan ijin.


"Yang jadi tersangka kita ajukan dan yang ngga bisa jadi tersangka kita hentikan," kata Tito.


Editor: Agus Luqman 

  • SP3 kasus karhutla
  • Tito Karnavian
  • kasus kebakaran hutan dan lahan
  • Riau
  • tersangka pembakar hutan
  • Kapolri

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!