BERITA

Pasal Tentang Drone Dinilai Bertentangan Dengan UU Pers

"Para jurnalis bisa mengabaikan peraturan ini karena jurnalis dilindungi UU Pers yang kedudukannya lebih tinggi"

Pasal Tentang Drone Dinilai Bertentangan Dengan UU Pers
Ilustrasi Penggunaan Drone. (Foto: Muhammad Ridlo/KBR)

KBR, Jakarta- Jurnalis Dandhy Dwi Laksono mendesak pasal dalam aturan drone yang menghalangi kerja jurnalistik, dihapus. Salah satunya adalah poin 4.2 yang mengharuskan izin perusahaan atau Pemda jika ingin memotret sebuah wilayah dari udara. Kata dia, pasal dalam Peraturan Menteri itu bertentangan dengan Undang-undang Pers. Selain itu, ia juga menilai perusahaan dan Pemda tidak mungkin memberikan izin jika mereka melakukan pelanggaran.

"Poin 4.2 itu tidak perlu, tidak terkait dengan keselamatan," ujar Dhandy dalam KBR Pagi, Kamis (6/8/2015) pagi. "Anda bisa bayangkan bagaimana kita bisa memotret kebijakan pemerintah maupun korporasi terkait penyerobotan batas lahan atau batas konservasi?" ungkapnya lagi.


Jurnalis Dandhy Dwi Laksono menambahkan, Dewan Pers perlu bertemu Kementerian Perhubungan untuk menjelaskan pasal-pasal yang menghalangi kerja jurnalistik. Namun kata Dhandy, jurnalis bisa mengabaikan peraturan ini karena jurnalis dilindungi UU Pers yang kedudukannya lebih tinggi.

Menteri Perhubungan Ignatius Jonan telah mengeluarkan Peraturan Menteri yang mengatur pesawat kecil atau drone. Dalam aturan itu disebutkan, drone tidak boleh melewati bandara, kilang minyak, dan istana negara. Drone juga tidak boleh terbang lebih tinggi dari 150 meter.

Pasal 4.2 dalam Peraturan Menteri tersebut menyatakan, untuk kegiatan pemotretan, pembuatan film, dan pemetaan harus melampirkan izin dari instansi serta pemerintah daerah setempat. Aturan lain, seperti ketinggian terbang, juga harus dibicarakan lagi.

Editor: Bambang Hari

  • Peratutan Menteri Perhubungan
  • Drone
  • Ignatius Jonan
  • Dandhy Laksono

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!