BERITA

JPPR: Parpol Tak Ajukan Calon Tak Boleh Ikut Pilkada Mendatang

"Koordinator Program JPPR Masykuruddin Hafidz beralasan, UU Pilkada yang saat ini masih belum memenuhi segala kemungkinan yang bisa terjadi dalam penyelenggaraan Pilkada. "

JPPR: Parpol Tak Ajukan Calon Tak Boleh Ikut Pilkada Mendatang
Logo Pilkada Serentak 2015 (kemendagri.go.id)

KBR, Jakarta - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menilai perlu ada revisi aturan pencalonan dalam Undang-undang Pilkada.

Koordinator Program JPPR Masykuruddin Hafidz beralasan, UU Pilkada saat ini masih belum memenuhi segala kemungkinan yang bisa terjadi dalam penyelenggaraan Pilkada. Semisal soal sanksi bagi bagi partai politik (Parpol) yang tak ikut mendaftarkan calonnya. Sanksi ini dinilai penting agar partai benar-benar menyiapkan calonnya jelang pilkada. Sanksi itu, bisa berupa pencabutan keikutsertaan parpol tersebut di pilkada mendatang.


"Hukum kita dalam konteks pencalonan itu harus memenuhi segala aspek dan kemungkinan. Misalnya kalau ada calon tunggal, calon tidak lolos, atau calon bahkan lebih dari 10. Berkaitan dengan sanksi parpol, kalau parpol tidak ikut kompetisi mestinya ada sanksi. Kalau sekarang ini, parpol tidak mencalonkan, itu sebenarnya bisa diberi sanksi dengan Pilkada ke depan, dia (parpol) tidak boleh mengajukan calon," kata Masykuruddin Hafidz kepada KBR (10/8/2015). 


Hari ini adalah hari kedua perpanjangan pendaftaran untuk tujuh daerah peserta Pilkada dengan calon tunggal. Sementara itu, ada 83 daerah yang hanya memiliki dua calon dan ada juga daerah yang berpotensi calon tunggal jika ada calon yang tidak lolos verifikasi KPU. Oleh karena itu, Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mengatakan akan ada revisi UU Pilkada tahun depan. 

  • UU Pilkada
  • Calon Tunggal
  • Pilkada Serentak
  • Partai Politik

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!