NASIONAL

KSPI: Pemerintah Tak Ingin Perkuat Aturan Soal THR

KSPI: Pemerintah Tak Ingin Perkuat Aturan Soal THR

KBR68H, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendesak Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) untuk memperkuat aturan pembayaran Tunjangan Hari Raya atau THR. Caranya dengan mengubah Peraturan Menteri menjadi Keputusan Presiden atau Peraturan Presiden. Presiden KSPI Said Iqbal menilai, aturan yang sekarang sanksinya kurang tegas, sehingga masih membuka peluang pengusaha membangkang dari kebijakan itu.

"Iya, jelas ini kenapa Pak Menteri kok ngga mau mengubah-ubah itu Permennya, bukan mengubah, meningkatkan, meningkatkan menjadi Peraturan Pemerintah atau Keputusan Presiden. Tidak ada sense aja, tidak ada apa ya, nilai rasa. Ngga ada sensitivitas. Betul, betul, itu lebih pada pada faktor sensitivitas personality daripada Kementerian. Para dirjen dan menterinya sendiri tidak keinginan kuat untuk meningkatkan dasar hukum itu, " tegas Said Iqbal kepada KBR68H, Minggu (04/8).

Sebanyak 5 perusahaan di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Jakarta, tidak memberikan THR terhadap ribuan karyawannya. Perusahaan-perusahaan itu beralasan, tidak ada kewajiban bagi mereka untuk membayar THR tersebut. Perusahaan-perusahaan itu rata-rata bergerak di bidang industri pertekstilan. Padahal, kewajiban membayar THR tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja no. 04 tahun 1994. Dalam aturan itu disebutkan, tiap perusahaan wajib membayarkan THR kepada karyawannya, baik yang sudah berstatus tetap, atau kontrak, dengan jumlah tertentu sesuai dengan aturan tersebut. Namun, aturan ini dinilai tidak tegas karena tidak memiliki sanksi bagi perusahaan yang tidak membayar.  


Editor: Fuad Bakhtiar

  • aturan THR
  • memperkuat aturan
  • tunjangan hari raya
  • kementerian tenaga kerja

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!