NASIONAL

Wabah PMK, Busyro: Sapi Kelihatannya Sehat tapi Sakit, Seperti Negeri Ini

Wabah PMK

KBR, Yogyakarta – Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Indonesia belum usai. Bahkan saat mendekati Hari Raya Idul Adha 1443 H, wabah ini semakin meluas dan merugikan peternak.

Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas mengatakan, pemerintah harus belajar dari masa lalu dalam menghadapi masalah yang terjadi. Demokrasi dan demokratisasi tidak boleh terpental atau menjauh dari derita rakyat yang terdampak oleh pandemi Covid-19.

“Sapi ini seakan sehat tetapi tidak sehat. Negeri kita itu tampaknya sehat, kalau orang mengatakan demokrasi kita sedang sekarat. Saya berpendapat seperti itu,” kata Busyro dalam diskusi 'PMK Sapi dan Derita Peternak, Rakyat Harus Bagaimana?' di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (6/7/2022).

Busyro mengatakan sebelumnya PMK pernah mewabah di Indonesia dan berhasil ditangani. Bahkan Indonesia juga telah dinyatakan bebas dari PMK. Namun belakangan ini wabah tersebut kembali terjadi.

Baca juga:


Tak Belajar dari Pengalaman

Menurut Busyro, ini mengindikasikan bahwa pemerintah tidak belajar dari pengalaman masa lalu.

“Padahal skandal kasus impor sapi pernah mencuat beberapa tahun silam. Terbongkarnya kasus itu menunjukkan bahwa ada kebijakan yang disengaja oleh pemerintah. Anehnya kenapa sekarang ini bisa terulang lagi?” ujar Busyro.

Menurut Busyro, dampak pandemi Covid-19 yang terjadi selama dua tahun belakangan belum pulih dan masyarakat kembali dipaksa merasakan dampak wabah PMK.

“Saya ingin sampaikan bahwa ketika demokrasi dan demokratisasi di sektor hulu semakin menjauh dari Pancasila, dampaknya akan dirasakan oleh rakyat. Tidak hanya aspek ekonomi, tapi juga dari aspek kesehatan,” kata bekas Ketua KPK tersebut.

Kondisi yang terjadi saat ini di sektor pemerintah, lanjut Busyro, menggambarkan demokrasi dan demokratisasi tidak menjadi jiwa dan komitmen moral pemerintah. Ia berharap pemerintah masih mau menjaga komitmen moralnya dan berpihak kepada rakyat.

“Hendaknya pemerintah masih bisa sadar bahwa masyarakat sipil, termasuk Muhammadiyah bersama dengan yang lain, tidak berada dalam posisi yang diam. Kita harus terus bergerak secara adab untuk segera berubah menjadi kebijakan yang memiliki basis moral, antara lain pembelaan rakyat yang tertindas di dalam hidup politik,” imbuhnya.

Anggota Ombdusman RI, Yeka Hendra Fatika menambahkan, wabah PMK ini tidak boleh disepelekan. Mestinya Badan Karantina sebagai lembaga yang mengatur pergerakan lalu lintas hewan ternak ini harus dievaluasi karena dampaknya semakin meluas.

“Ini kan lepas, berarti tidak diperiksa oleh Badan Karantina. Badan Karantina jelas gagal dalam meredam pergerakan hewan-hewan yang membawa PMK ini,” ungkapnya.

Yeka menjelaskan, saat ini sudah ada 21 provinsi di Indonesia yang terindikasi PMK. Hal ini menandakan bahwa penanganan yang dilakukan oleh Kementrian Pertanian ini sangat lambat.

“Menurut pakar virus yang saya temui, ada dua daerah saja yang terindikasi PMK harusnya sudah masuk dalam wabah nasional. Ini sudah dua puluh satu dearah, tapi nasional belum menetapkan sebagai wabah, “ jelasnya.

Hadir sebagai pemateri dalam diskusi publik tersebut adalah Kepala Balai Besar Veteriner Wates, drh. Hendra Wibawa dan Anggota DPR RI Komisi IV, Haerudin.


Editor: Agus Luqman

  • wabah PMK
  • Busyro Muqoddas
  • Penyakit Mulut dan Kuku
  • hewan ternak
  • vaksinasi PMK

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!