NASIONAL

Kominfo Tegaskan Permenkominfo PSE Tak Muat Pasal Karet

""Waktu pembuatannya pun kami terbuka. Karena semua peraturan di negara ini harus diuji publik, harus dikomunikasikan,""

Muthia Kusuma

PSE
Warga menggunakan perangkat elektronik untuk belanja daring di Jakarta, Rabu (15/6/2022). (Foto: ANTARA/Muhamad Adimaja)

KBR, Jakarta- Kementerian Komunikasi dan Informatika menegaskan Permenkominfo terkait Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) tak memuat pasal karet. Dirjen Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, definisi konten bermasalah oleh pengguna PSE sudah diatur dan disesuaikan dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik. 

Kata dia,  Permenkominfo itu juga  mencantumkan kewenangan kepada pemerintah untuk mengakses konten yang dinilai bermasalah.

"Kalau ada kejahatan, saya perlu tahu, polisi perlu tahu, ya dikasih datanya. Pasti ada kasusnya, tidak bisa tidak ada kasus tiba-tiba minta nomor dari platform minta nomor mas, tidak bisa, tidak mungkin. Harus ada kasusnya, memang ada kejahatan. Nah terkait konten-konten yang melanggar UU, terus satu lagi tadi konten yang terkait mengganggu ketertiban umum. Contohnya ada postingan kan sudah ada siapa waktu itu, kan sampai ramai juga. Setelah kejadiannya baru minta itu tolong distop karena sudah mengganggu, tidak ada sebelumnya (sebelum diposting-red)," ucap Semuel dalam siaran daring, Selasa  (19/7/2022).

Semuel Abrijani  menghargai petisi yang menolak pemberlakuan Permenkominfo Nomor 5 tahun 2020 sebagai bagian dari demokrasi. Namun, ia menyebut, Permenkominfo yang mengatur soal PSE ini tidak keluar dari koridor regulasi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 

Baca juga:

Dirjen  Aptika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan sejak diberlakukan November 2020 lalu, Permenkominfo ini beberapa kali digugat ke Mahkamah Konstitusi, namun ia memastikan tidak ada aturan yang bertentangan dengan dasar regulasinya, yakni UU ITE.

"Aturan itu pasti ada dasar hukumnya, tidak mungkin kita buat, namanya juga Permen, Permen itu harusnya turunan dari Undang-Undang, PP, baru Permen. Dan tidak boleh keluar dari norma itu. Waktu pembuatannya pun kami terbuka. Karena semua peraturan di negara ini harus diuji publik, harus dikomunikasikan, kita juga pasti bicarakan ke stakeholder ya," sambungnya.

Tunda Aturan PSE

Sebelumnya Koalisi Advokasi Permenkominfo 5/2020 mendorong pemerintah menunda penerapan aturan terkait Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).

Anggota koalisi sekaligus Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi Safenet, Nenden S. Arum beralasan, aturan itu dikhawatirkan berpotensi mengancam keamanan data pribadi pengguna PSE.

Terlebih pemerintah belum mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) terkait jaminan keamanan data pribadi masyarakatnya yang berdampak pada rawannya penyalahgunaan data maupun kebocoran data.

"Sedangkan kalau kita lihat dari dulu pemblokiran terhadap platform digital atau bahkan secara umum sistem elektronik itu kan dampaknya sangat besar pada pengguna. Karena itu salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Ketika pengguna itu memiliki hak untuk mengakses informasi dari platform-platform yang misalnya akhirnya akan diblokir pemerintah karena tidak memenuhi aturan," ucap Nenden kepada KBR, Senin, (18/7/2022).

Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi Safenet, Nenden S. Arum menambahkan, aturan dalam Permenkominfo soal PSE itu juga berpotensi melanggar kebebasan berekspresi dan hak memeroleh informasi.

Pasal karet PSE

Ia menilai masih banyak pasal karet yang termaktub dalam aturan ini. Semisal memberikan pemerintah kewenangan yang sangat besar untuk mengakses data pengguna, serta mengakses sistem platform digital, hingga bisa meminta platform digital untuk menghapus konten digital yang dianggap bermasalah dalam waktu singkat.

Nenden berpandangan, indikator konten bermasalah sangat rancu dan dapat berpotensi memimbulkan penyalahgunaan kekuasaan.

"Dalam pasal itu, konten bermasalah itu adalah yang melanggar undang-undang dan meresahkan masyarakat atau mengganggu ketertiban umum. Ini kan klausul yang sangat karet dan rawan disalahgunakan atau abuse," sambungnya.

Editor: Rony Sitanggang


  • Perlindungan Data Pribadi
  • PSE
  • Semuel Abrijani Pangerapa
  • Dirjen Aptika

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!