KBR, Jakarta - Perubahan iklim menjadi salah satu faktor utama penyebab produksi pangan di dalam negeri terganggu. Meski begitu, Direktur Perbenihan Hortikultura Kementerian Pertanian, Inti Pertiwi Nashwari mengklaim, stabilitas pangan Indonesia masih cukup baik di tengah goncangan krisis pangan global.
"Masih ada beberapa komoditas yang terganggu, karena memang climate change yang tidak bisa kita ramalkan. Ini yang terjadi untuk beberapa komoditas hortikultura, agak rawan hortikultura ini jadi fluktuasi harganya ini sangat terganggu oleh musim. Pada saat musimnya cuacanya ekstrem, maka panennya terganggu dan harganya naik," ujar Inti dalam Acara Sarasehan Kelompencapir Millenial secara daring, Selasa (12/7/2022).
Inti Pertiwi menambahkan, banyak negara yang mulai menghentikan ekspor pangannya. Sedangkan Indonesia, saat ini cukup beruntung karena secara perlahan bisa mengurangi ketergantungan pangan impor. Inti mencontohkan, impor beras yang tidak lagi dilakukan Indonesia selama tiga tahun terakhir.
"Malah tiga tahun terakhir kita tidak impor beras, karena kita surplus akhir tahun 2020 itu 7,39 juta ton, kemudian 2021 surplus 9,63 juta ton, sehingga tidak ada kita perlu untuk mengimpor beras yang selama ini selalu dilakukan setiap tahun," bangganya.
Baca juga:
- Pemkab Keerom Siapkan 20 Hektare Lahan untuk Food Estate
- Jokowi Sebut Pentingnya Kemandirian Pangan Berdasarkan Keunggulan Daerah
Inti juga menyebut, nilai ekspor produk pertanian Indonesia pada 2021 mencapai Rp625 triliun. Angka ini meningkat 38,6 persen dibanding 2020 dengan nilai Rp451 triliun. Sementara itu, di tahun 2019, nilai ekspor pertanian mencapai Rp390,16 triliun.
"Prestasi dari pertanian itu sedikit mengobati kita semua, melihat ancaman dari ekonomi pangan di seluruh dunia ini mulai terganggu," pungkasnya.
Editor: Fadli Gaper