NASIONAL

Faisal Basri: Penyaluran Kredit Masih Seret, Perbankan Nasional Belum Pulih dari Pandemi

"Perbankan nasional lebih memilih menyimpan uang dengan cara membeli Surat Utang Pemerintah (Surat Utang Negara) daripada mengucurkan kredit."

Fadli Gaper

Perbankan
Warga bertransaksi perbankan melalui mesin anjungan tunai mandiri (ATM) di Jakarta, Senin (5/8/2019). (Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra)

KBR, Jakarta - Perbankan nasional dinilai masih belum pulih dari dampak pandemi COVID-19. Hal itu tercermin dari masih sedikitnya jumlah kucuran kredit yang disalurkan. 

Ekonom senior INDEF Faisal Basri menyebut, bank lebih memilih menyimpan uangnya dengan cara membeli Surat Utang Pemerintah (Surat Utang Negara) daripada mengucurkan kredit.

"Jadi uang yang masuk ke perbankan jauh lebih besar daripada uang yang keluar dari perbankan ke masyarakat. Jadi narik dari masyarakatnya 100 tapi ngucurkannya cuma 70, bahkan trennya turun terus. Jadi uangnya kemana? Beli Surat Utang Pemerintah. Pembeli surat utang pemerintah terbesar adalah bank. Ngapain gua nyalurin kredit, mendingan gua beli surat utang pemerintah, gitu kira-kira kata bank itu," ujar Ekonom senior INDEF Faisal Basri, Rabu (6/7/2022).

Faisal Basri mengatakan perbankan merupakan pembeli terbesar Surat Utang Pemerintah, bahkan angkanya bisa mencapai 35 persen. Angka itu masih bertambah. Bank Indonesia, menurut Faisal, juga "jor-joran" dalam membeli Surat Utang Pemerintah, bahkan jumlahnya mencapai 15 persen.

Baca juga:

Faisal menambahkan masifnya penjualan Surat Utang Pemerintah kepada perbankan karena anggarannya akan digunakan untuk mendanai berbagai proyek prioritas, termasuk proyek Ibu Kota Negara baru. 

Padahal dampaknya, kucuran kredit yang dikeluarkan perbankan justru jadi semakin sedikit. Faisal menyebut, pola pemenuhan anggaran seperti ini jauh dari slogan "kemandirian ekonomi".

Editor: Agus Luqman

  • Kredit
  • Perbankan
  • Pandemi
  • Faisal Basri
  • perbankan nasional
  • Pemulihan Ekonomi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!