BERITA

Tekan Mobilitas, Anggota DPR Minta Pemerintah Tutup Bandara Internasional

""Kalau tidak ada penegasan, walaupun ada aturan-aturan dalam hal tenaga kerja strategis, tapi dalam kondisi darurat ini, karena kita sedang meningkatnya kasus COVID-19, coba ditutup gitu.""

Tekan Mobilitas, Anggota DPR Minta Pemerintah Tutup Bandara Internasional
Petugas memeriksa surat vaksinasi dan tes PCR calon penumpang di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Senin (5/7/2021). (Foto: ANTARA/Fauzan)

KBR, Jakarta - Anggota Komisi IX (bidang kesehatan) DPR Alifuddin menyarankan pemerintah menutup bandara atau jadwal penerbangan internasional saat pelaksanaan PPKM darurat.

Penutupan bandara internasional itu sebagai upaya menekan mobilitas dan menekan laju penularan virus COVID-19.

"Penutupan Bandara Internasional ya untuk mencegah masuknya WNA dan TKA pada masa pandemi ini. Ini salah satu langkah, sebab kalau tidak ada penegasan, walaupun ada aturan-aturan dalam hal tenaga kerja strategis, tapi dalam kondisi darurat ini, karena kita sedang meningkatnya kasus COVID-19, coba ditutup gitu," kata Alifuddin pada rapat dengan Menteri Kesehatan, Selasa (13/7/2021).

Alifudin juga meminta pemerintah memperhatikan skema bantuan kepada masyarakat yang terkena PPKM Darurat seperti pekerja musiman, pedagang kecil, hingga masyarakat tak mampu yang tengah menjalani isolasi mandiri.

Ia juga menyarankan Kementerian Kesehatan melakukan refocusing anggaran, dan mendorong Badan POM dan mitranya bisa memaksimalkan CSR untuk membantu masyarakat yang terkena dampak pandemi.

Belum efektif

Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai pelaksanaan PPKM darurat di Jawa-Bali maupun Luar Jawa-Bali belum efektif menekan laju mobilitas warga dan penambahan kasus baru.

Ini terlihat dari tidak ada perubahan signifikan terkait mobilitas masyarakat yang mestinya jadi tujuan utama PPKM darurat.

Trubus mengatakan selama PPKM Darurat hanya jalan-jalan besar yang diawasi saja yang lengang, namun di sisi lain pengawasan masih rendah di tingkatan yang terbawah yakni hingga ke RT-RW.

Ia menyebut pemerintah harus melakukan pembenahan supaya mobilitas masyarakat bisa ditekan dan memastikan PPKM berjalan efektif

"Kalau mau menghentikan sumber penularan kan mobilitas. Kalau mau menekan mobilitas ya dua hal; pengawasan diperketat, law inforcement yang tegas ditegakkan sanksi-sanksi. Sebenarnya PPKM darurat atau lockdown sekalipun kalau dua itu lemah ya susah," kata Trubus kepada KBR (13/7/2021).

Trubus menambahkan kurangnya SDM untuk pengawas protokol kesehatan hingga ke tingkat RT-RW menyebabkan pengawasan saat PPKM darurat tak berjalan maksimal.

Ia juga mengkritik banyaknya celah pelanggaran saat pemberlakuan PPKM darurat. Contohnya perusahaan yang masih mengakali agar karyawannya bisa tetap masuk kerja, padahal hal itu melanggar aturan PPKM darurat.

Semua itu kata Trubus mesti dibenahi. Jika tidak, PPKM hanya bakal jadi kebijakan yang tak kunjung usai sebab upaya menekan kasus Covid-19nya tak berhasil.

"Apa yang dikatakan para epidemiolog betul. Kalau seperti ini, target untuk melandai sulit dicapai. Daerah yang sekarang didaruratkan nanti akan dinyatakan turun kasusnya, lalu daerah yang tidak darurat nanti akan naik," kata Trubus.

Sebelumnya, pemerintah mengklaim telah berhasil menekan mobilitas masyarakat 10 hingga 15 persen pada sepuluh hari sejak diberlakukannya PPKM darurat Jawa-Bali. Namun angka oleh epidemiolog ini dinilai masih kurang dan mesti ditingkatkan.

Editor: Agus Luqman

  • COVID-19
  • pandemi
  • PPKM Darurat
  • ppkm mikro

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!