BERITA

Sengkarut Persoalan Limbah B3 Medis di Masa Pandemi

""Tidak bisa lagi menggunakan mekanisme darurat. Sebelum pandemi, (limbah B3 medis) sudah bermasalah. Jadi, pandemi membuka masalah itu jadi lebih besar lagi.""

Sengkarut Persoalan Limbah B3 Medis di Masa Pandemi
Petugas menangani limbah medis pasien dari rumah sakit rujukan COVID19 di Jawa Barat. (Foto: ANTARA)

KBR, Jakarta - Presiden Joko Widodo menyiapkan dana khusus triliunan rupiah untuk penanganan dan pemusnahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) medis Covid-19. Presiden menilai limbah medis di sejumlah daerah sudah menumpuk.

Rupa-rupa limbah medis di antaranya berasal dari fasilitas layanan kesehatan, wisma tempat isolasi maupun karantina mandiri, hingga vaksinasi. Bentuknya pun beragam, mulai dari limbah Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker dan pakaian hazmat, hingga botol vaksin. 

"Tadi juga arahan Bapak Presiden, dana yang diproyeksikan untuk diolah sebesar Rp1,3 triliun, yang diminta Presiden untuk di-exercise, untuk membuat sarana-sarana incinerator dan sebagainya. Nanti akan dibahas oleh Pak Menko (Marinvest), Kepala BRIN, KLHK, dan semua kementerian yang terlibat," ucap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, dalam konferensi pers daring, Rabu (28/7/2021).

Siti mencatat, hingga 27 Juli 2021 jumlah limbah medis yang menumpuk mencapai 18 ribu ton. Angka itu diambil dari rekapitulasi data Dinas lingkungan hidup di seluruh daerah di tanah air.

Namun dia menduga jumlah itu bisa lebih besar. Informasi dari asosiasi rumah sakit menyebut limbah medis bisa mencapai 380-an ton per-hari. 

Siti mengklaim jumlah itu masih bisa tertampung karena kapasitas fasilitas pengelolaan limbah nasional lebih besar yaitu 500-an ton per-hari. Kini persoalannya, fasilitas itu hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa.

Kendala penanganan limbah B3 medis lainnya diungkap oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X. Sultan mengatakan, daerahnya masih kesulitan memantau limbah medis yang berasal dari pasien Covid-19 yang isolasi mandiri di rumah.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengklaim tengah mencari solusi sengkarut penanganan limbah B3 medis di masa pandemi Covid-19. 

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan, tengah mengembangkan teknologi plasma nano-bubble untuk mengelola limbah medis cair.

"Daur ulang limbah medis yang berpotensi untuk memunculkan nilai tambah. Memunculkan nilai ekonomi baru. Yang itu akan dapat meningkatkan kepatuhan katakanlah faskes-faskes yang menghasilkan limbah. Karena yang ada insentif finansial dari sisi bisnis, akibat daur ulang tersebut, dan itu berpotensi juga mengungari biaya pengelolaan limbah secara keseluruhan," ujar Laksana dikutip dari siaran pers BRIN, Kamis (29/7/2021).

Selain itu, Laksana juga mengungkap, peneliti tengah mengembangkan alat pemusnah limbah atau insinerasi dengan skala yang lebih kecil. Sehingga mudah dimobilitasi untuk menjangkau daerah-daerah kecil. Jika hanya mengandalkan insinerator terpusat, membutuhkan banyak biaya dan mengancam kesehatan.

Polusi

Namun, teknologi itu justru dikritisi oleh LSM Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Menurut Manager Kampanye Perkotaan dan Energi Wahi Dwi Sawung, alat pengolah limbah medis BRIN itu justru menimbulkan polusi udara. Sebab cara kerjanya membakar limbah medis sehingga justru menyebabkan infeksi.

Dwi lebih mengapresiasi pengembangan pengolahan limbah medis oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang bisa mendaur ulang limbah dengan cara mencacah.

Menurut Dwi Sawung, ada sederet bahaya yang mengancam jika limbah itu tak tertangani dengan baik. Mulai penyebaran penyakit hingga polusi air.

"Harusnya sudah memulai sistem pengolahan limbah medis yang lebih baik lagi. Tidak bisa menggunakan mekanisme darurat itu. Dan sebelum pandemi sudah bermasalah sih pandemi jadi membuka masalah itu jadi lebih besar lagi. Terutama sebenarnya fasilitas kesehatan di luar pulau Jawa. Itu kan tidak ada tuh. Setahu saya, sepanjang ingatan saya belum ada izin yang keluar di luar pulau Jawa," saat dihubungi KBR.

Pengolahan limbah medis bukan persoalan baru yang dihadapi negara ini. Pada awal tahun ini, Ombudsman sudah mewanti-wanti pemerintah karena pengelolaan limbah medis belum merata. 

Komisioner Ombudsman periode 2016-2021, Alvin Lie mengungkap, banyak pemerintah daerah yang tidak menjalankan Surat Edaran Menteri LHK tentang pengolahan limbah infeksius dan sampah rumah tangga dari pasien Covid-19.

"Masih ada kendala SDM-nya anggarannya pemerintah daerah untuk mengawasi. Kemudian kami juga minta Kementeria Dalam Negeri untuk memperkuat pemerintah daerah dalam pengawasan. Percuma kita punya regulasi yang bagus tapi implementasinya kita tidak didukung SDM, tidak didukung anggaran yang memadai. Apakah ini anggarannya dari Pemda, atau Satgas Covid," ungkap Alvin, Kamis, (4/7/2021).

Editor: Agus Luqman

  • Limbah Medis
  • KLHK
  • insinerator
  • pencemaran
  • limbah B3
  • COvid-19
  • pandemi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!