KBR, Jakarta- Ombudsman memprediksi masyarakat akan meragukan hasil seleksi anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), karena proses seleksi yang cacat atau maladministrasi. Anggota Ombudsman, Adrianus Meliala menilai, maladministrasi terlihat dari tidak adanya pembagian kerja yang jelas, jadwal yang tidak dipatuhi, tak ada waktu klarifikasi laporan masyarakat, tak ada kriteria bobot diskualifikasi, dan adanya kebocoran dokumen rahasia.
Ia menegaskan, DPR harus memperhatikan saran-saran dari Ombudsman untuk memperbaiki sistem seleksi anggota KPI.
"Kalau prosesnya cacatnya, kan hasilnya cacat. Itu logika kami juga. Jadi dengan mereka meneruskan itu, tentu harus siap-siap untuk kemudian hasilnya akan diragukan kualitas putusannya. Karena itu tadi, in-tag nya ternyata bermasalah. Terutama prosesnya bermasalah. Kalau DPR nya menganggapnya oke, ya itu terserah," kata Anggota Ombudsman, Adrianus Meliala kepada KBR di DPR, Selasa (9/7/2019).
Anggota Ombudsman, Adrianus Meliala mengakui ada kejanggalan terhadap keterlambatan pelaporan seleksi anggota KPI, karena Ombudsman baru mendapatkan pengaduan kejanggalan proses seleksi anggota KPI.
Ombudsman, lanjutnya, akan terus mengumpulkan data, serta menyarankan perbaikan-perbaikan proses seleksi anggota KPI kepada Kominfo dan panitia seleksi.
Sebelumnya, Komisi bidang pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, dan intelijen DPR, melanjutkan proses uji kelayakan dan kepatutan 34 nama calon anggota KPI Pusat yang lolos seleksi.
Pusat studi media dan komunikasi, Remotivi, meragukan proses seleksi anggota KPI yang saat ini sedang berjalan di Komisi I DPR.
Menurut Direktur Remotivi, Roy Thaniago, seleksi melalui Komisi I DPR pasti berjalan buruk baik untuk periode sekarang ataupun
periode sebelumnya. Apalagi, banyak campur tangan kepentingan yang besar
dalam proses seleksi tersebut.
"Orang
yang terpilih bukan orang-orang yang punya kapasitas, punya komitmen,
punya track record serius di dalam bidang penyiaran. Mereka yang serius,
yang bagus, malah mental di awal-awal. Jadi memang proses rekrumennya
penuh dengan kepentingan bisnis dan politik. Mereka yang punya kedekatan
dengan partai politik, Ormas agama agama besar, itu lah yang akan
dipilih. Jadi KPI nggak akan pernah baik kalau proses rekrutmennya
semacam itu," kata Roy pada KBR, Selasa (09/07/2019).
Direktur Remotivi,
Roy Thaniago menambahkan, keberadaan KPI sangat penting dan diperlukan
untuk penyiaran di Indonesia.
KPI menjadi lembaga independen yang
berfungsi sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran, sehingga diperlukan proses seleksi anggota yang ketat, untuk
mendorong perbaikan kinerja KPI.
Roy menambahkan, kinerja
KPI dalam 3 tahun terakhir buruk. Hal itu terlihat dari kurang optimal mengawasi
pelaksanaan Sistem Stasiun Jaringan (SSJ), atau kurang lengkapnya data
daftar sanksi yang diperlukan untuk mengevaluasi stasiun televisi.
Editor: Kurniati Syahdan