BERITA

Peneliti LIPI: Jalan Trans Papua untuk Siapa?

Peneliti LIPI: Jalan Trans Papua untuk Siapa?

KBR, Jakarta - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cahyo Pamungkas memandang proyek pembangunan jalan Trans Papua belum memberi manfaat bagi warga Papua.

"Itu manfaatnya untuk orang asli belum terlihat. Sehingga orang bertanya itu sebenarnya jalan untuk siapa? Karena di pegunungan tengah itu illegal logging masih ada, pegunungan rusak, pendatang lebih mudah untuk mengeksploitasi alam," kata Cahyo dalam konferensi pers terkait konflik Kabupaten Nduga di kantor LBH Jakarta, Kamis (18/7/2019).

Ia menjelaskan, alih-alih menguntungkan, jalan Trans Papua malah dianggap mengancam ekonomi warga Papua.

"Babi-babi ternak dari Toraja itu datang ke Wamena. Sehingga babi orang Wamena tidak laku. Itu mengancam secara ekonomi. Pendatang semakin lebih mudah datang ke Wamena, sehingga orang Wamena menganggap jalan itu ancaman bagi masa depan," jelas Cahyo.

Cahyo menyebut, proyek jalan Trans Papua hanya menghubungkan antar kabupaten atau kota, dan itu manfaatnya tidak dirasakan langsung oleh warga. Sedangkan jalan antar kampung dan distrik yang justru lebih dibutuhkan, belum ada.

"Padahal jalan seperti ini (antar kampung dan distrik) sangat penting, contohnya untuk sekedar menjual sayur yang dihasilkan oleh petani ke pasar," kata Cahyo.

Menurut Cahyo, jalan Trans Papua justru memfasilitasi proses eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA), di mana yang terlihat saat ini adalah tingginya penebangan kayu dan penambangan emas.

"Bahkan ketika LIPI menyusuri pembangunan jalan tersebut, ditemukan banyak kamp kayu hasil penebangan ke arah Taman Nasional Lorentz Papua, yang seharusnya termasuk kawasan dilindungi," jelas Cahyo.

Cahyo berpendapat, pemerintah harusnya segera berdialog dengan tokoh masyarakat Papua dengan bantuan mediator yang tepat. 

"Karena yang terpenting saat ini adalah memerdekakan warga Papua dari ingatan penderitaan yang semakin menumpuk seiring waktu. Apalagi atas tindak kekerasan aparat yang memunculkan trauma pada warga Kabupaten Nduga, Provinsi Papua," jelasnya.


Amnesty: Perencanaan Trans Papua Harusnya Libatkan Warga Lokal

Sependapat dengan Cahyo, peneliti Amnesty International Indonesia (AII) Aviva Nababan menilai jalan Trans Papua belum punya peruntukan yang jelas. Ia pun mempertanyakan proses perencanaan yang dilakukan pemerintah.

"Dilihat lagi prosesnya. Apakah pemerintah melakukan fungsi-fungsinya itu dengan memikirkan hak asasi dari orang-orang yang terkena dampak? Apakah betul-betul mengikuti prinsip pelibatan masyarakat lokal? Kalau tidak, seharusnya itu diperbaiki. Kita mikirnya jangan dari perspektif Indonesia bagian Barat. Ada jalan, asyik. Ada jalan, bagus," ujar Aviva di LBH Jakarta, Jumat (19/7/2019).

Aviva mengingatkan, Indonesia punya komitmen untuk memenuhi Sustainable Development Goals (SDGs). Artinya, harus ada pelibatan masyarakat lokal dalam setiap perencanaan pembangunan. 

Ia juga meminta pemerintah untuk menghormati hak asasi warga Papua. Karena menurut penelitian AII, ada dugaan pelanggaran HAM yang membuat warga Nduga ketakutan atau trauma terhadap aparat keamanan.

"Ketika ada masalah pelanggaran HAM terkait penegakan hukum di Papua, kasusnya cenderung jarang diusut. Sekalipun ditindaklanjuti, pertanggungjawabannya tidak memuaskan," jelasnya.

Editor: Adi Ahdiat/Agus Luqman

  • LIPI
  • trans papua
  • nduga
  • papua
  • infrastruktur

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!