BERITA

Pemerintah Dikritik Lambat Antisipasi Kekeringan

Pemerintah Dikritik Lambat Antisipasi Kekeringan

KBR, Jakarta - Pemerintah dinilai lambat dalam mengantisipasi bencana kekeringan. Kritik itu disampaikan pengamat pertanian, Dwi Andreas Santosa.

"Harusnya ini pemerintah yang memberikan informasi (bencana kekeringan) itu ke petani dan kemudian menyarankan petani. Paling tidak musim tanam kedua beralih ke tanaman lainnya yang non padi. Sehingga mereka masih mendapatkan pemasukan dari itu," kata Dwi saat dihubungi KBR, Selasa (16/7/2019).

"Pola tanam yang disarankan untuk menghadapi kondisi seperti sekarang ini, harusnya sudah mulai ada bahkan pada akhir tahun 2018," jelasnya.

Dwi menjelaskan, ada sejumlah petani yang mampu bertahan saat kekeringan karena memiliki sistem pengairan yang baik. Ada juga petani-petani yang berinisiatif menanam tanaman palawija karena tak butuh banyak air. 

Tetapi tidak semua petani punya irigasi yang baik. Tak semua petani juga memahami perlunya mengubah pola tanam untuk meenghadapi kekeringan. "Sehingga pemerintah penting untuk berperan aktif di sini," jelas Dwi.

Sejalan dengan pandangan tersebut, United Nations Development Programme (UNDP) juga mengimbau negara agar memiliki program terpadu dalam menghadapi bencana kekeringan.

Menurut modul manajemen bencana UNDP, pemerintah harus punya langkah antisipasi yang meliputi pemantauan cadangan air tanah, penyiapan sumber pangan alternatif, hingga penyelamatan aset petani-petani yang terdampak kekeringan.


Produksi Padi Bisa Turun 2 Juta Ton

Menurut Dwi kekeringan tahun ini berpotensi menurunkan produksi padi, mengingat masa puncak panen kedua di bulan Agustus nanti bersamaan dengan masa puncak kekeringan.

Penurunan produksi padi juga diperkirakan terjadi karena luas area tanamnya sudah turun sekitar 400 ribu hektare dibanding tahun lalu. Dwi memprediksi tahun ini produksinya 2 juta ton lebih rendah. 

Karena itu, Dwi menyarankan pemerintah agar mencermati ketersediaan pangan dan menjaga kestabilan harga beras, terutama beras di Badan Uruusan Logistik (Bulog).

"Akhir tahun pemerintah harus memastikan stok Bulog lebih dari 1 juta ton. Karena kalau kurang dari 1 juta ton terkait dengan harga beras pasti goncang, pasti akan naik tinggi. Stok ini benar-benar harus diamati, baik stok yang dipegang oleh pemerintah, dan stok yang ada di masyarakat," jelas Dwi.

"Dan ini yang mengamati harus betul-betul lembaga independen. Jangan Kementerian Pertanian, bubar nanti, nanti dilebih-lebihkan lagi, nggak karuan. Kalau perlu meng-hire swasta, lembaga independen yang betul-betul bisa dipercaya untuk menghitung stok nasional," tegasnya.

Editor: Agus Luqman

  • Kekeringan
  • pertanian
  • beras
  • padi
  • Bulog
  • Kementerian Pertanian

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!