BERITA

Luhut: Impor Garam Bikin Kacau

""Eloknya enggak usah ada impor-impor lagi lah. Itu bikin kacau," kata Luhut."

Dian Kurniati

Luhut: Impor Garam Bikin Kacau
Ilustrasi petani garam. (Foto: setkab.go,id)

KBR, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan meminta Presiden Joko Widodo menghentikan impor garam pada 2021.

Luhut beralasan, produksi garam di dalam negeri semakin meningkat, dan diyakini sanggup memenuhi semua kebutuhan garam nasional yang mencapai 4,5 juta ton per tahun. 

Selain itu, menurut Luhut, menghentikan impor garam juga akan menstabilkan harga garam petani, yang biasanya anjlok saat garam-garam impor itu tiba dan masuk ke pasaran.

"Tadi saya saran ke Presiden soal harga garam, supaya itu jangan lagi impor-impor kita. Karena saya pikir itu membuat harga garam jadi turun. Apalagi impor pada waktu panen. Sekarang dalam perjalanan itu sudah bertahap kan. Eloknya enggak usah ada impor-impor lagi lah. Itu bikin kacau," kata Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (23/7/2019).

Luhut menilai, kebiasaan impor garam akan menyebabkan harga garam petani anjlok. Apalagi, garam impor tersebut biasanya datang bertepatan dengan musim panen garam oleh petani. Sehingga, kata Luhut, pasokan garam yang berlebih menyebabkan harga garam di pasar semakin menurun.

Penurunan harga garam saat ini terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Seperti di Jawa Barat dan Jawa Timur, harga garam hanya Rp 350 hingga Rp 500 per kilogram, dari biasanya yang mencapai Rp 800 per kilogram.

Setiap tahun, kebutuhan garam nasional mencapai 4,5 juta ton, yang sekitar separuhnya diimpor untuk pemenuhan kebutuhan industri. Dengan impor garam yang dihentikan, harap Luhut, defisit perdagangan dan defisit transaksi berjalan, akan berkurang, sehingga berdampak positif pada perekonomian nasional. 

Editor: Fadli Gaper

  • garam impor
  • stop impor

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!