BERITA

Komisi Yudisial Berharap Lebih Banyak Perempuan Lolos Seleksi Capim KPK

Komisi Yudisial Berharap Lebih Banyak Perempuan Lolos Seleksi Capim KPK

KBR, Jakarta - Jumlah perempuan yang terlibat dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, diharapkan semakin banyak lagi.

Wakil Ketua Komisi Yudisial Sukma Violetta secara tegas mendorong agar lebih banyak perempuan yang dapat mengisi kursi komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi.

Alasannya, jelas Sukma, perempuan memiliki penilaian terhadap korupsi lebih luas dan lebih sesuai dengan realitas yang dialami oleh perempuan serta anak-anak.

"Jadi, tidak hanya menganggap korupsi berdasarkan penerimaan suap maupun gratifikasi belaka. Melainkan juga soal lain yang lebih luas, seperti menghambat hak akses publik yang teridentifikasi dengan abuse of power," kata Sukma dalam diskusi di Pusat Edukasi Antikorupsi, Gedung ACLC KPK, Kuningan Jakarta, bertema Pertimbangan Keseimbangan Gender dalam Proses Pemilihan Pimpinan KPK, pada Senin, (29/7/2019). 

"Kalau melihat keterlibatan perempuan dengan antikorupsi harus dilihat level korupsinya. Kalau levelnya itu level makro, maka hubungan perempuan dan antikorupsi itu sebenarnya jauh, tidak langsung begitu perempuan dilibatkan dengan sendirinya program terjadi penurunan korupsi, tapi karena memang ada proses demokratisasi. Jadi menuntut transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan lainnya," lanjut Sukma.

Sukma mengatakan, perempuan memiliki kelebihan tertentu dalam memberantas korupsi dibandingkan dengan laki-laki. Namun demikian hasil studi menyebut, dalam level makro, fair of system lebih diutamakan dibandingkan dengan fair of sex

Dicontohkan Sukma, pada level organisasi, perempuan jarang menduduki jabatan tertinggi. Sementara tindak pidana korupsi melibatkan top level dan menengah. Sehingga kesempatan perempuan untuk korupsi lebih kecil karena jarang berada di pucuk pimpinan.

Di sisi lain, bila dilihat dari keterlibatan perempuan dengan antikorupsi pada level mikro, perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan korupsi.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa penekanan angka korupsi akan berhasil bila berada pada level mikro atau individu masing-masing, bukan pada level makro.

Data perempuan lebih sedikit melakukan tindak pidana korupsi juga ditunjukkan oleh juru bicara KPK Febri Diansyah. 

Kata Febri, hal itu terjadi karena ketimpangan gender antara laki-laki dan perempuan. Mengutip survei World Economic Forum, pada 2018 Indonesia berada di urutan 85 dari 149 negara dengan indeks 0,69.

Ada empat aspek yang dinilai dalam melihat indeks keseimbangan gender, yaitu partisipasi ekonomi, kesempatan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. 

"Yang menjadi pertanyaan, apakah mungkin narasi yang mempersilakan posisi gender perempuan dan laki-laki itu sama di tengah kondisi yang timpang? Dalam konteks inilah kita wajar berpikir sejauh mana kita membutuhkan afirmasi untuk menarik posisi yang tidak imbang itu menjadi posisi lebih seimbang," ucap Febri di Gedung ACLC KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, (29/7/2019).

Febri menambahkan, KPK mencatat sampai saat ini ada 86 pelaku korupsi berjenis kelamin perempuan. Tapi menurutnya, korupsi bukan soal jenis kelamin, tetapi kesempatan korupsi seseorang pada kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang tanpa jenis kelamin tertentu. 

Dilanjutkan Febri, menarik bila mengetahui cara pandang pimpinan KPK terhadap keseimbangan gender dan relasi sosial yang timpang.

Sementara Ketua Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK Yenti Ganarsih mengaku dirinya enggan memprioritaskan perempuan sebagai Capim KPK terpilih hanya karena tidak ingin dianggap diskriminatif. Namun ia akan berjanji mempertimbangkan perspektif gender dalam menyeleksi Capim KPK. 

"Tidak ada diskresi, saya takut jatuh pada penilaian seolah-olah ada diskresi, tidak. Tapi ada penguatan-penguatan tertentu. Ada masalah perspektif tertentu, jadi ada pertimbangan tertentu. Jadi jangan sampai disangka seperti itu. Meskipun berperspektif gender tapi persyaratan lain harus memenuhi. Nanti yang laki-laki pada iri," ucap Yenti di lokasi yang sama. 

Yenti pun berharap jumlah komisioner KPK lebih banyak dari masa kepemimpinan Agus Rahardjo periode 2015-2019.

Editor: Fadli Gaper

  • pemberantasan korupsi
  • perempuan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!