HEADLINE

Harga Anjlok, Petani Garam Minta Pemerintah Beri Perlindungan

""Rata-rata mengalami kerugian yang luar biasa. Ini akibat masuknya garam impor""

Budi, Agus, valda

Harga Anjlok, Petani Garam Minta Pemerintah Beri Perlindungan
Petani memanen garam di areal tambak garam rakyat Desa Kedungmutih, Wedung, Demak, Jawa Tengah, Senin (8/7/2019). (Foto: Antara)

KBR, Surabaya-  Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) meminta pemerintah   menentukan Harga Pokok Penjualan (HPP) untuk melindungi petani garam di Jawa Timur. Ketua HMPG, Mohammad Hasan mengatakan petani merugi lantaran   musim panen kali ini harga  terjun bebas hingga Rp 400 per kilogram.

"Garam Jawa Timur itu kira-kira sebelas ribu hektar, cuma tidak didukung harga layak. Sekarang harga terjun bebas yang diterima petani kita antara Rp 400 dan Rp 500 perkilogram. Untuk menjamin kepastian usaha bagi petambak garam kita maka pemerintah harus turun tangan dan menentukan HPP," katanya pada Selasa (16/7/2019).

Hasan meminta agar pemerintah pusat memasukkan garam sebagai bahan pokok sesuai dengan Perpres 71 tahun 2015. Dengan dimasukkannya garam dalam bahan pokok itu maka akan ada perlindungan harga garam dan tidak diserahkan ke pasar. 

Menurut dia, sesuai dengan perhitungan yang sudah disodorkan ke pemerintah beberapa tahun lalu, seharusnya Harga Eceran Tertinggi (HET ) garam ada di kisaran angka Rp 1500.

" Itu adalah upaya memberikan perlindungan bagi petambak garam. Ideal Rp 1500 berdasarkan perkilogram untuk HET dan untuk harga tertinggi kisaran Rp 2 ribu. Dan harga patokan pemerintah seperti itu. Karena kalau dihitung mayoritas petambak garam kecil. Untuk hidup layak segitu," tambahnya.

Hasan menduga, anjloknya harga garam itu disebabkan karena kelebihan stok di pasar dan adanya garam impor, sehingga garam petani lokal tidak terserap.

"Adanya kelebihan selain dari garam rakyat ya garam impor. Bagaimana caranya mencari jalan tengah solusi dan komitmen penyerapan dan tahun kemarin satu juta kilo. Sekarang harus ada solusi agar ada harga yang layak," katanya.

Dijelaskan Hasan, selama ini masalah di pasaran yang menyebabkan harga garam anjlok adalah kualitas garam petani yang kalah bersaing dibanding impor. Karena itu, pemerintah diminta secepatnya melakukan kebijakan yang mendorong agar petani bisa terus meningkatkan produk mereka.

"Agar garam rakyat ada daya saing maka harus ada upaya pembinaan. Salah satunya adalah pembinaan teknologi. Sudah ada teknologi terbaru agar peningkatan kualitas garam bisa tercapai," pungkasnya.

Keluhan juga disampaikan    produsen garam di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Ketua Asosiasi Produsen Garam Konsumsi Beryodium (Aprogakob) Pati Budi Satriyono   berharap pemerintah membantu  terkait anjloknya harga garam di pasaran. 

Kata dia, produsen merugi pada musim panen kali ini, karena hasil produksi mereka hanya dihargai enam ratus hingga tujuh ratus rupiah per kilogram.

Sejak beberapa pekan ini, harga garam di tingkat produsen anjlok. Harga garam super yang semula seribu enam ratus rupiah per Kg sekarang turun menjadi antara enam ratus rupiah hingga tujuh ratus rupiah per Kg. Garam umum putih dari seribu lima ratus rupiah per Kg menjadi lima ratus rupiah per Kg dan garam umum anjlok hingga harga tiga ratus rupiah per Kg.

“Kalau penyetok yang lama itu rata-rata mengalami kerugian yang luar biasa. Ini akibat masuknya garam imporyang banyak mempengaruhi psikis pasar. Apalagi di Pati ada garam import baru yang alokasinya untuk industri bukan konsumsi, tapi nyatanya mempengaruhi psikis petani garam kita karena takut bersaing,” ujar Budi Satriyono.

“Berkaitan dengan garam import, garam kita memang secara kualitas untuk kebutuhan industry itu spek-nya tidak memenuhi, karena kandungan NaCl-nya garam kita berkisar antara 80%-90%. Sedangkan garam industry itu dibutuhkan garam yang NaCl-nya diatas 97%,” tambah Budi Satriyono.

Budi Satriyono berharap, pemerintah mengawasi peruntukan garam-garam import yang banyak disinyalir digunakan sebagai garam konsumsi. Karena ini akan berpengaruh terhadap penggunaan produksi garam lokal yang semestinya untuk konsumsi. Dampaknya stok (persediaan) garam konsumsi menumpuk dan harga semakin anjlok.

Ketua Asosiasi Produsen Garam Konsumsi Beryodium (Aprogakob) Pati Budi Satriyono berharap pemerintah memberikan patokan harga minimal garam konsumsi dan gudang-gudang seperti halnya beras, sehingga anjloknya garam dapat ditekan. 

Sementara itu Kemenko Bidang Kemaritiman menyebut anjloknya harga garam  karena kualitas yang belum memenuhi standar. Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa, Kemenko Bidang Kemaritiman, Agung Kuswandono mengatakan kandungan NaCl garam dari petambak hanya mampu berada di kualitas level 2 (K2) dan kualitas level 3 (K3). Ini artinya kandungan NaCl tidak sampai 94%. Padahal garam yang dibutuhkan oleh industri maupun konsumsi harus berada di kualitas level 1. 

"Karena K2 dan K3 itu sebenernya garam yang off grade. Saya pribadi mengusulkan yang kita jaga itu garam K1. Karena K1 itu sudah masuk garam industri," kata Agung Kuswandono di Gedung Kemenko Kemaritiman, Jakarta Pusat, Jumat (12/07/2019).

Agung Kuswandono mendorong petambak garam agar tidak sekadar memproduksi garam saja. Ia mengatakan, petani garam jangan tergesa-gesa memanen garam. Akan tetapi mempertimbangkan kualitas dari kadar garam itu sendiri. Agung menambahkan, industri garam bukan barang yang sederhana karena ada 400 industri yang menggunakan bahan baku garam.

"Informasi yang didapat dari teman-teman industri digunakan bahan baku sekitar 400 jenis industri. Tanpa ada garam 400 industri akan terganggu proses produksinya," ujarnya.

Editor: Rony Sitanggang

 

  • garam anjlok
  • petani garam
  • sembako

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!