BERITA

LBH Pers: Kekerasan Terhadap Jurnalis Makin Meningkat di Tahun Politik

"LBH Pers bekerja secara pro bono dan membutuhkan dukungan dari publik untuk bertahan. "

Stop kekerasan terhadap wartawan (Foto: Antara)
Stop kekerasan terhadap wartawan (Foto: Antara)

KBR, Jakarta - LBH Pers memperkirakan angka kasus kekerasan terhadap jurnalis dan perusahaan media akan bertambah karena Indonesia sudah memasuki tahun politik hingga tahun 2019 mendatang. Di tahun politik inikata Direktur LBH Pers,  Nawawi Bahrudin,  kerja-kerja jurnalis menjadi penting karena mereka berada di tengah-tengah masyarakat dengan tensi emosi yang meningkat. 

“Sehingga ketika mereka memberitakan menjadi sumber informasi kemudian beritanya itu terbit di medianya itu sangat rentan orang tidak senang terhadap pemberitaan. Nah kalau mereka tidak senang terhadap pemberitaan mereka biasanya mencari orang menulis sehingga mereka menjadi target kekerasan,” ujarnya dalam perbincangan di program Ruang Publik KBR. 

Nawawi menyebut beberapa contoh terbaru seperti kasus penggerudukan kantor majalah Tempo oleh sekelompok orang FPI yang keberatan dengan karikatur yang dimuat di majalah itu. Juga penyerangan kantor Radar Bogor terkait pemberitaan yang terkait Megawati Soekarnoputri.

Bentuk kekerasannya juga beragam, kata Nawawi. Mulai dari ancaman verbal, mendorong, menyiram air, mengumpat dengan kata-kata yang merendahkan martabat, pengrusakan alat kerja, penyerangan fisik hingga penggerudukan kantor media.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat ada 75 kasus kekerasan terhadap jurnalis terjadi di berbagai daerah di Indonesia selama Mei 2017 hingga Mei 2018. Pelakunya didominasi polisi disusul pejabat pemerintahan. Sementara itu LBH Pers mencatatsejak lembaga itu berdiri pada 2003 hingga 2017, telah terjadi 732 kasus kekerasan yang dialami para jurnalis. 

Nawawi mengatakan untuk mencegah kekerasan terhadap jurnalis dan perusahaaan media maka independensi jurnalis dan medianya harus dikedepankan. Selain itu jurnalis diharapkan memegang teguh kode etik jurnalistik saat menjalankan tugasnya dan juga bergabung dengan organisasi profesi yang ada. Jurnalis harus menerapkan Safety Journalism, ujarnya.

“Jadi untuk turun ke lapangan mereka tidak boleh asal jalan gitu. Tapi harus ada dalam persiapan gitu misalnya koordinasi dengan atasan di kantor, dengan teman hingga dalam liputan itu tidak sendirian,” jelasnya.

Nawawi juga mendorong pihak-pihak yang keberatan dengan pemberitaan satu media menggunakan hak jawab dan hak koreksi bukan melaporkan ke polisi apalagi main hakim sendiri.

“Yang merasa dirugikan terhadap pemberitaan itu tidak memahami proses penyelesaian sengketa pers diatur Undang-Undang Pers,” pungkasnya.

Seiring makin besarnya potensi kekerasan terhadap jurnalis dan medianya, makin bertambah pula tugas LBH Pers. Karena salah satu fokus kerja LBH Pers adalah mewujudkan masyarakat sipil yang demokratis melalui upaya bantuan hukum dan advokasi terhadap kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia. Dan LBH Pers tidak hanya membantu kasus-kasus yang terkait kekerasan terhadap jurnalis saja tapi juga yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi, kata Nawawi. Sejauh ini kasus-kasus yang dibantu oleh LBH Pers berhasil menang, tambahnya.

Dalam menjalankan tugasnya, LBH Pers bekerja secara pro bono dan hanya mengandalkan bantuan dana dari donor. Dan bantuan ini akan berakhir di bulan ini. Ketiadaan biaya operasional tentunya akan mempersulit LBH Pers dalam melakukan pendampingan terhadap kasus-kasus yang tengah ditangani yang saat ini jumlahnya sekitar 10 kasus.

Untuk itu telah dibuka kampanye penggalangan dana lewat Kita Bisa Peduli LBH Pers. Bagi yang ingin membantu bisa klik di ke halaman kitabisa.com/pedulilhbpers

Editor: Citra Dyah Prastuti

  • lbh pers
  • kebebasan pers
  • jurnalis

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!