KBR, Banyuwangi - Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dikabarkan menolak menyelesaikan kasus tragedi pembantaian 'dukun santet' di Banyuwangi pada 1998-1999 lalu.
Kabar itu disampaikan Wakil Ketua Komnas HAM Muhammad Nur Khoiron. Nur Khoiron mengatakan Bupati Azwar Anas sudah terang-terangan menolak menyelesaikan kasus yang memakan korban ratusan jiwa di Banyuwangi.
Nur Khoiron mengatakan kasus pembantaian 'dukun santet' merupakan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang harus diselesaikan bersama. Tujuannya, agar masyarakat tahu siapa pelaku utama kasus yang terjadi 18 tahun silam itu. Apalagi, sampai sekarang dalang pembantaian itu belum terungkap.
"Bupati Banyuwangi ini tidak mau melakukan upaya pemulihan seperti yang dianjurkan oleh Komnas HAM. Bukan hanya tidak mau, bekerja sama dengan Komnas HAM saja menolak. Karena mereka ketakutan kalau ngomong HAM itu sepertinya merusak citra dia. Kalau Anda tanya lembaga mana saja yang kooperatif dan tidak kooperatif, maka Bupati Banyuwangi itu lembaga negara yang paling tidak kooperatif dengan penyelidikanya Komnas HAM," kata Muhammad Nur Khoiron di Banyuwangi, Kamis (27/7/2017).
Muhamad Nur Khoiron yang juga menjabat Ketua Tim Penyidikan Kasus Dugaan Pembantaian Dukun Santet Banyuwangi menambahkan, pengungkapan kasus pembantaian 'dukun santet' di Banyuwangi juga demi kebaikan masyarakat Banyuwangi. Karena hingga saat ini stempel negatif atau label dukun santet masih membekas pada keluarga masyarakat yang dituduh dukun santet pada waktu itu.
Asisten Pemerintahan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi Choirul Ustadi membantah tuduhan Komnas HAM tersebut. Choirul mengatakan pemerintah daerah selama ini terbuka dan medukung penyelesaikan kasus pembantaian dukun santet itu.
Hanya saja, kata Choirul, ada beberapa dokumen yang diminta Komnas HAM tidak bisa dipenuhi Perintah Banyuwangi. Diantaranya data arsip, radiogram yang diduga berisi data dukun santet yang akan dibantai dan serta rekam medis para korban pembantaian.
Ustadi mengatakan arsip tersebut sudah dicari namun tidak ditemukan. Selain itu masyarakat Banyuwangi juga telah melupakan kasus itu.
Ada sekitar 140 orang warga menjadi korban pembantaian massal karena dianggap 'dukun santet' pada 1998-1999. Para korban saat itu dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Blambangan, baik yang meninggal maupun luka.
Pihak RSUD Blambangan mengklaim data medis para korban pembantaian dukun santet tidak tersimpan lagi di rumah sakit itu, dengan alasan data yang disimpan maksimal hanya selama 10 tahun. Data yang tersimpan di RSUD Blambangan hanya sejak 2000 hingga kini.
Komnas HAM menargetkan penyelidikan kasus pembantaian dukun santet bisa diselesaikan September 2017 mendatang, dan hasilnya akan diumumkan ke publik.
Selain itu dokumen hasil penyelidikan itu juga akan diserahkan ke Kejaksaan Agung dan DPR, untuk ditindak lanjuti secara hukum.
Baca juga:
-
Menelusuri Sejarah Kelam Pembantaian Dukun Santet
-
Kasus Dukun Santet Dibuka Lagi, Komnas HAM Terkendala Rekam Medis yang Hilang
Editor: Agus Luqman