KBR, Jakarta - Markas Besar Kepolisian Indonesia akan bekerjasama dengan otoritas keimigrasian dan pemerintah daerah di Indonesia untuk mengawasi bekas milisi dari Suriah, Turki maupun Irak yang kembali ke Indonesia.
Juru bicara Mabes Polri Setyo Wasisto mengatakan Polri belum bisa memastikan jumlah WNI yang diduga berafiliasi dengan ISIS dan kembali ke Indonesia. Setyo mengatakan sempat beredar informasi jumlah WNI eks kombatan ISIS mencapai 600 orang. Namun, kata Setyo, data itu masih perlu diklarifikasi ke Detasemen Khusus Antiteror 88 yang bekerja mengawasi jaringan-jaringan teror di Indonesia.
"Yang bisa kita lakukan sekarang adalah memantau pergerakan mereka. Kita pantau kegiatan mereka. Tetapi kalau sampai mengkriminalkan mereka itu tidak bisa. Sebagian bisa terpantau, tapi kadang-kadang tidak. Kalau mereka masuknya melalui pemeriksaan imigrasi yang tidak besar, bisa tembus juga lepas dari pengawasan," kata Setyo Wasisto saat dihubungi KBR, Minggu (9/7/2017).
Setyo menambahkan, polisi kesulitan melacak keberadaan bekas WNI eks milisi Timur Tengah yang kembali ke Indonesia. Menurut Setyo, WNI bekas militan itu biasanya menggunakan nama samaran dan memasuki Indonesia melalui jalur tidak resmi.
Bahkan, kata Setyo, mereka juga menggunakan kedok wisata, ibadah hingga alasan pendidikan pada saat kembali ke Indonesia. Untuk itu, Polri akan bekerjasama dengan pemerintah daerah dan aparat keamanan lokal untuk mendeteksi dan mengawasi agar mereka tidak melakukan teror.
"Setelah mereka kembali ke daerah maka kita kerjasama dengan stake holder di daerah. Bisa dengan TNI atau Forkominda. Tidak hanya polisi yang mewaspadai mereka. Kita harus antisipasi betul," tambahnya.
Baca juga:
- Indonesia Turki Sepakati Perangi Terorisme Lintas Negara
- Imigrasi Tangkal Ratusan Orang Terkait Kasus Terorisme
Jalur resmi
Sementara itu, bekas mentor jihadis Khairul Ghazali berpendapat jalur resmi imigrasi masih banyak digunakan para kombatan ISIS untuk kembali masuk ke Indonesia.
Sejumlah modus digunakan para WNI yang berafiliasi dengan ISIS itu, diantaranya berpura-pura kembali dari aksi kemanusiaan atau menggunakan visa turis ketika berangkat.
Sejak ISIS dideklarasikan pada 2014, kata Khairul Ghazali, ribuan WNI telah berangkat ke Irak atau Suriah. Ratusan di antaranya telah kembali ke Indonesia.
"Mereka tidak pakai jalur tikus, kecuali yang dari Kalimantan. Baik pergi maupun pulang tetap menggunakan jalur resmi. Cuma mereka menggunakan berbagai modus. Ada yang untuk bantuan medis, kemanusiaan, memanfaatkan visa turis dan lain-lain," kata Khairul, Minggu (9/7/2017).
Selama ini, kata Khairul, kewenangan yang dimiliki pemerintah untuk mencegah mereka kembali ke Indonesia dianggap masih sangat lemah. Sebab pemerintah belum bisa melakukan tindakan pencegahan seperti membekukan paspor. Padahal, kata Khairul, wilayah Asia Tenggara, khususnya Indonesia merupakan salah satu pusat rekrutmen ISIS.
Para WNI tersebut ada yang langsung kembali ke Indonesia atau transit ke negara lain lebih dulu, seperti Malaysia.
Khairul Ghazali yang pernah menjadi terpidana teroris perampokan Bank CIMB Niaga 2010 mengatkan para WNI yang telah berafiliasi dengan ISIS itu lantas menyebar ke berbagai daerah khususnya 17 daerah yang menjadi kantong-kantong ISIS.
Khairul menyebut 17 daerah tersebut ada di Sumatera Utara, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Timur.
"Yang kembali itu mereka akan membentuk sel-sel dan jaringan-jaringan, sehingga jumlah pendukungnya di Indonesia bisa beberapa kali lipat dari jumlah yang pulang," kata Khairul.
Baca juga:
- BNPT Minta Pemda Bantu Awasi Simpatisan ISIS yang Kembali ke Indonesia
- Sebulan Terakhir, Densus Antiteror Tangkap 40 Terduga Teroris
Editor: Agus Luqman