BERITA

YLBHI: Rekam Medis Merupakan Hak Keluarga Pasien

"Rekam medis diperlukan untuk mengetahui permasalahan medis anak supaya analisa dapat dilakukan dan memperkuat tuntutan. "

YLBHI: Rekam Medis Merupakan Hak Keluarga Pasien
Ilustrasi gugatan hukum. Foto: Antara

KBR, Jakarta - Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut rekam medis pasien merupakan hak dari keluarga. Ini menyangkut rekam medis yang dimintanya dari orang tua korban vaksin palsu untuk mengetahui permasalahan medis anak supaya analisa dapat dilakukan dan memperkuat tuntutan.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek menganggap tak benar jika rekam medis dikeluarkan begitu saja karena bersifat rahasia. Menurut Nila, rekam media hanya digunakan oleh Kemenkes dan Polri dalam rangka penyidikan.

 

"Prinsipnya, rekam medis itu, resumenya terutama adalah hak keluarga. Nah itulah yang bisa dimintakan sebenarnya. Nah kalau misalnya rekam medis, memang dokumen-dokumen itu tidak bisa dibawa kemana-mana. Karena dokumen itu kan terdiri dari contohnya catatan dokter A, B, C, D dan seterusnya memang tidak bisa kemana-mana, tapi isinya adalah hak keluarga. Dan yang kita minta dari keluarga itu adalah isinya. Dan itu bisa dalam bentuk resume. Dan kemudian salah besar kalau keluarga korban tidak berhak untuk mendapat itu," papar Alvon kepada KBR (17/7/2016).

(Baca juga: Orang Tua Pasien RSIA Mutiara Bunda Akan Datangi BPOM

Alvon menambahkan, dalam UU kesehatan, praktek kedokteran dan Peraturan Menteri, rekam medis pada prinsipnya adalah hak keluarga. Pihaknya saat ini sedang menunggu dokumen tersebut untuk melangkah ke upaya selanjutnya.

"Kalau semisalnya Bu Nila Moeloek mengatakan tidak bisa dilakukan, lihat dong dalam UU Kesehatan, Kedokteran itu ada dan dalam dalam Permenkes no 269 tahun 2008 pasal 13 itu diatur. Dan itu adalah hak pasien," ujarnya


Kata ALvon, YLBHI kini sedang mempersiapkan tuntutan kasus vaksin palsu sesegera mungkin.


"Kalau secara institusi, berarti kan dua kita bisa lihat pertanggung jawabannya apakah direktur atau pengurus rumah sakit, juga apakah personal dari rumah sakit tersebut baik dokter maupun perawatnya. Karena dalam UU kesehatan disebutkan tentang ada tanggung jawab dari tenaga kesehatan sendiri baik tenaga medis maupun tenaga keperawatan. kemudian misalnya ini pribadi, ini terkait bagaimana tenaga medis melakukan tindakan tersebut. Ketika ini diketahui, akhirnya kita bisa melakukan upaya secara pidana ataupun keperdataan," katanya


Tuntutan itu, menurut Alvon akan dilayangkan kepada pihak rumah sakit dan juga negara untuk bertanggung jawab atas kerugian baik materiil maupun imateriin dari korban.


"Semakin cepat semakin baik, karena kita akan kejar-kejaran dengan waktu juga. Kalau bisa seminggu selesai ada data-datanya setelah itu kita akan menganalisisnya, dan setelah itu kita akan buat pelaporannya ke bareskrim, terutama kepada institusi rumah sakitnya baru setelah itu kita layangkan gugatannya. (Rumah sakit mana yang digugat?) ya semuanya, dalam artian juga negara, dalam artian Kemenkes dan BPOM  yang punya tanggung jawab," pungkasnya.

Editor: Sasmito

  • vaksin palsu
  • YLBHI
  • kemenkes

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!