KBR, Jakarta - Tentara Nasional Indonesia (TNI) terus mendorong penandatanganan kesepakatan dengan angkatan bersenjata Filipina dan Malaysia. Juru bicara TNI Tatang Sulaeman menjelaskan, kesepakatan itu menyangkut pembajakan yang disertai penculikan awak kapal, seperti yang beberapa kali dialami oleh warga negara Indonesia (WNI).
Sebab menurut Tatang, nota kesepahaman yang telah disepakati antara Menteri Luar Negeri masing-masing negara, perlu ditindaklanjuti dengan penandatanganan standar operasional prosedur (SOP) oleh masing-masing angkatan bersenjata. Sehingga hal tersebut memungkinkan TNI masuk ke wilayah FIlipina atau Malaysia, apabila terjadi pembajakan.
"Penandatanganan memang sudah dilakukan oleh Menteri Luar Negeri masing-masing negara, kemudian ditindaklanjuti dengan kesepakatan antara Menteri Pertahanan masing-masing negara. Namun SOP antara ketiga negara ini yang belum diselesaikan. SOP ini yang membuat para Panglima (angkatan bersenjata di masing-masing negara-red). Kalau poin-poin dalam SOP itu sudah saling disepakati, maka dimungkinkan TNI bisa mengambil tindakan apabila ada kejadian pembajakan dan penculikan," katanya.
Terkait pembebasan 3 WNI yang disandera di wilayah Filipina, Tatang menambahkan, sementara ini masih diupayakan melalui jalur diplomasi.
"Hambatan bagi TNI untuk menggunakan cara militer tidak bisa begitu saja dilakukan karena belum ada kesepakatan SOP itu tadi," ujarnya.
Tiga WNI kembali disandera kelompok Abu Sayyaf di perairan Lahat Datu, Malaysia. Penculik membawa ketiga sandera itu ke perairan Tawi-Tawi, Filipina Selatan. Sementara ini, Tatang menambahkan, pemerintah sedang menunggu penyusunan SOP antara ketiga penglima angkatan bersenjata ketiga negara yakni Indonesia, Malaysia dengan Filipina dalam penanganan teknis pembajakan.
Editor: Sasmito