BERITA

Sengketa Informasi Korban HAM 1965, Hakim KIP Minta MA Tidak Main-main

"Majelis Hakim KIP menegur MA karena mengirim perwakilan yang hanya diberi wewenang untuk menghadiri sidang, bukan menentukan kesepakatan."

Sengketa Informasi Korban HAM 1965, Hakim KIP Minta MA Tidak Main-main
Penyintas korban pelanggaran HAM 1965, Nani Nurani. (Foto: KBR)


KBR, Jakarta
- Majelis Hakim Komisi Informasi Pusat (KIP) menegur Mahkamah Agung (MA) karena mengirim perwakilan yang hanya diberi wewenang untuk menghadiri sidang, dan tidak untuk menentukan kesepakatan.

Sidang KIP itu untuk mengadili permohonan gugatan sengketa informasi yang diajukan Nani Nurani, seorang korban pelanggaran HAM 1965 terkait berlarut-larutnya proses kasasi yang dilakukan atas kasus yang ia alami. Posisi MA selaku pihak termohon.


Anggota Majelis Hakim Henny Widyaningsih memperingatkan MA agar tidak main-main dalam sidang sengketa informasi tersebut.


"Maka apakah sanggup menyatakan kesepakatan atau tidak kesepakatan kalau cuma menghadiri tugasnya. Ini tidak main-main. Yang hadir itu adalah betul-betul atas nama dan untuk termohon dari MA. Oleh karena itu menggunakan surat kuasa dari atasan PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi), bukan PPID," kata Henny Widyaningsih di Gedung KIP, Jakarta, Jumat (22/7/2016).


Majelis Hakim KIP meminta agar MA mengirim perwakilan dengan surat kuasa dari pemimpin Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di MA.


Surat kuasa itu bertujuan agar perwakilan dapat menentukan sikap atas hasil sidang. Surat untuk menghadiri sidang itu telah disampaikan KIP ke MA sejak 14 Juli 2016 lalu.


Jawaban MA


Perwakilan dari Biro Hukum Mahkamah Agung Sarno berdalih, terlambat menerima surat pemberitahuan untuk menghadiri sidang.


"Saya menerima tugas dari pimpinan untuk menghadiri saja. Surat itu (sampai) ke saya memang hari ini tanggal 22 Juli, jam 9 pagi," ujarnya.


Meski begitu, Sarno mengaku siap mewakili MA karena ia pernah menghadiri sengketa dalam kasus yang sama.


Majelis juga meminta tim kuasa hukum Nani dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) untuk melengkapi syarat administrasi persidangan. Di antaranya nama-nama anggota tim pengacara yang menjadi kuasa hukum Nani dan posisi tim pengacara selaku lembaga atau individu.


Kasus Berlarut-larut


Nani Nurani merupakan penyanyi istana era Presiden Soekarno. Ia terpaksa harus meringkuk di jeruji besi selama tujuh tahun lantaran dituduh sebagai simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI).


Tuduhan itu bermula saat Ia diundang tampil pada acara ulang tahun PKI di Cianjur, Jawa Barat tahun 1965.


Atas penahanan tanpa proses peradilan itu, Nani Nurani menggugat pemerintah mengganti rugi dan merehabilitasi namanya. Ia menuntut ganti rugi sebesar Rp7,4 miliar. Nilai itu diasumsikan saat penangkapan pada 1965 ia masih bekerja sebagai sekretaris pribadi Jenderal Soerjasoemarno di sebuah perusahaan yang dikelola Kodam Jaya dan Kejaksaan Agung.


Baca: Nani Nurani: Saya Tidak Mau Mati dengan Cap Terlibat G30S


Gugatan itu ia sampaikan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat namun kandas. Nani dan tim pengacaranya memutuskan untuk mengajukan kasasi Maret 2013.


PN Jakarta Pusat baru menyampaikan gugatan kasasi itu ke MA pada November 2015 lalu. Lantaran tak kunjung mendapat kejelasan dari MA, Nani memutuskan untuk mengadu di KIP Januari 2016.


Belakangan, kasasi Nani ditolak oleh Mahkamah Agung pada 8 Maret 2016 lalu dengan nomor pendaftaran 3286 K/PDT/2015. Meski begitu, tim kuasa hukum Nani mengaku belum menerima salinan putusan kasasi tersebut.


Editor: Agus Luqman  

  • Nani Nurani
  • Korban Pelanggaran HAM 1965
  • Komisi Informasi Pusat
  • sengketa informasi
  • Mahkamah Agung
  • PKI
  • stigma PKI

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!