BERITA

Korban Vaksin Palsu Akan Gugat RS Harapan Bunda

Korban Vaksin Palsu Akan Gugat RS Harapan Bunda

KBR, Jakarta - Para Orang tua yang anaknya menjadi korban vaksin palsu di Rumah Sakit (RS) Harapan Bunda, Jakarta akan menggugat pihak rumah sakit. Ketua Aliansi Korban Vaksin Palsu, Agus Siregar mengatakan, kasus vaksin palsu harus diproses secara hukum karena masuk tindak pidana.

Selain itu, kata dia, pihaknya juga meminta RS Harapan Bunda membuka data pengguna vaksin pada periode Maret-Juni 2016 agar dapat dilakukan pemeriksaan medis secara menyeluruh.


"Kan itu dua hal yang seling berhubungan, sejalan. Walaupun tetap ada penanganan medis, ya penanganan hukum tetap jalan. Kami kan pasien menuntut (pemeriksaan) medis segera dilakukan, masalah hukum tetap juga. Yang lebih paham hukum kan ada YBLHI itu. Jadi, pos-pos mana yang harus diadukan, mereka yang lebih mengerti. Kalau kita (hanya) mengerti, pokoknya secara hukum harus diproses," tegas Agus.


Agus menambahkan RS Harapan Bunda memberikan informasi yang berbeda dengan edaran yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan. Semisal soal jenis vaksin, pihak rumah sakit menuturkan satu jenis vaksin, sementara Kemenkes menyatakan ada 2 jenis vaksin.


"Mereka yakin sekali bahwa vaksin palsu tu hanya (ada) dari Maret-Juni 2016. Pihak RS Harapan Bunda bilang hanya ada satu jenis vaksi, tapi hasil pernyataan Tim Satgas kemarin ada dua. Artinya, (ada) kebohongan yang dipertontonkan oleh RS. Harapan Bunda ini," tukas Agus.

Hingga Minggu (17/7) sore, sudah ada 141 orang tua yang mengadukan anak-anaknya kepada posko

Aliansi Korban Vaksin Palsu di RS Harapan Bunda. Pengaduan ini nantinya akan diteruskan ke YLBHI sebagai dasar gugatan ke rumah sakit.


Baca juga: Vaksin Palsu, Rumah Sakit Swasta Janji Benahi Pengolahan Limbah Medis


Editor: Sasmito

  • vaksin palsu
  • RS Harapan Bunda
  • gugatan
  • YLBHI

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!