BERITA

CTFK: Indonesia Tidak Perlu Takut Industri Rokok

"Uruguay baru-baru ini menang di pengadilan arbitrase melawan Philip Morris International. "

Dwi Asrul Fajar

Di Uruguay, gambar peringatan kesehatan memenuhi 80% bungkus rokok (Foto: foxnews.com)
Di Uruguay, gambar peringatan kesehatan memenuhi 80% bungkus rokok (Foto: foxnews.com)

KBR, Jakarta – Sebuah negara kecil di Amerika Selatan, Uruguay, awal bulan Juli 2016 ini memenangkan gugatan yang diajukan Philip Morris International (PMI) di pengadilan arbitrase internasional.

Philip Morris International, perusahaan tembakau terbesar multinasional ini, mengajukan gugatan karena Uruguay menerapkan aturan pengendalian tembakau. Di Uruguay, luas peringatan kesehatan bergambar di setiap bungkus rokok meliputi 80 persen, serta terletak di bagian depan dan belakang bungkus rokok. Selain itu, setiap merk rokok dibatasi hanya memiliki satu varian saja. Bagi Philip Morris, aturan ini dianggap menyalahi Perjanjian Investasi Bilateral antara Uruguay dan Swiss.

Namun pengadilan memutuskan perusahaan ini dinyatakan kalah dan diminta untuk membayar 7 juta dollar Amerika Serikat kepada pemerintah Uruguay untuk mengganti biaya hukum. Pengadilan memenangkan Uruguay karena negara ini menganggap kesehatan masyarakat sebagai suatu kewajiban negara yang harus dijalankan.

Presiden Campaign for Tobacco-Free Kids (CTFK) Matthew L. Myers menilai Indonesia bisa mencontoh keberanian Uruguay dalam langkah-langkah pengendalian tembakau.

“Negara kecil seperti Uruguay saja berani melawan PMI meskipun menerima ancaman, intimidasi dan tuntutan hukum lewat pengadilan arbitrase. Nyatanya, dunia internasional malah mendukung Pemerintah Uruguay dan mereka menang,” kata Myers dalam wawancara khusus dengan KBR.

“Yang perlu dicatat, keputusan pengadilan tersebut menegaskan bahwa negara yang peduli akan kesehatan generasi mudanya berhak menerapkan aturan pembatasan rokok tanpa perlu takut pihak-pihak seperti Philip Morris,” lanjut Myers.

Jika Indonesia tidak segera menerapkan aturan serupa, kata Myers, artinya pemerintah mengakomodasi kepentingan industri yang tidak peduli terhadap generasi muda. Menurut catatan World Health Organisation (WHO), 67% laki-laki di Indonesia adalah perokok – tertinggi di dunia. WHO memperkirakan ada 425 ribu orang meninggal tiap tahun akibat rokok.

Indonesia menghadapi krisis nyata akibat rokok ketika semua negara mengontrol peredaran rokok dengan lebih ketat. Jumlah perokok di negara-negara ASEAN bahkan mengalami penurunan. Lebih tragis lagi, kata Myers, karena lebih dari 40 persen remaja laki-laki di kisaran usia 13-15 tahun di Indonesia sudah merokok.

“Itu akan berakibat pada bertambahnya biaya kesehatan dan jaminan sosial. Pada akhirnya, ini bermuara pada bertambahnya angka kemiskinan di Indonesia,” jelas Myers.

Persoalan ini bisa diatasi jika pemerintah mengambil langkah konkret, dimulai dengan meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Saat ini Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia yang belum meratifikasi agenda global pengendalian produk tembakau yang dikeluarkan WHO ini.

Pemerintah Indonesia beralasan, FCTC belum diratifikasi karena khawatir bakal berdampak negatif terhadap industri tembakau, termasuk petani tembakau yang jumlahnya sangat banyak. Menurut Myers, dalam agenda pengendalian tembakau FCTC itu justru terdapat kelompok kerja yang membahas upaya perlindungan petani tembakau. Artinya, para petani tembakau Indonesia punya ruang untuk menyampaikan suaranya dalam forum tersebut.      

Sebelumnya, Australia juga menang di pengadilan melawan industri rokok. Pada Desember 2015, sebuah pengadilan arbitrase menggugurkan perkara Philip Morris International yang menggugat aturan perdana Australia yang mewajibkan rokok dijual dengan kemasan polos.(cit)

  • tembakau
  • Rokok
  • fctc

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!