BERITA

NPHD Pengawasan Berubah, Pemkab Rembang Bingung

"Bupati Rembang, Abdul Hafidz menuturkan, pihaknya semula menandatangani naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) sebesar Rp 3,2 miliar untuk masa kerja panitia pengawas 8 bulan. "

Musyafa

NPHD Pengawasan Berubah, Pemkab Rembang Bingung
Komisioner Panwas Pilkada Kabupaten berkoordinasi dengan jajran Pemkab Rembang/Musyafa Musa.

KBR, Rembang – Pemerintah kabupaten Rembang, Jawa Tengah menyatakan bingung setelah muncul perubahan masa kerja Panitia Pengawas Pilkada. Bupati Rembang, Abdul Hafidz menuturkan, pihaknya semula menandatangani naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) sebesar Rp 3,2 miliar untuk masa kerja panitia pengawas 8 bulan.

Namun, pihaknya harus mengubah NPHD setelah masa kerja panitia pengawas menjadi 12 bulan. Pemkab khawatir pengubahan NPHN tersebut akan menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. Karena itu, kata dia, Pemkab perlu berkonsultasi dengan provinsi Jawa Tengah atau Kementerian Dalam Negeri sebelum mengambil langkah selanjutnya.

“Peraturan bahwa Permendagri yang dulu itu, Panwaskab hanya 8 bulan sekarang 12 bulan, istilah di desa kita geragapan. Kalau kemarin sudah diputuskan anggarannya, sudah disesuaikan, kita tandatangani, ternyata berubah lagi. Kalau ndak cermat, bisa menjadi celah celah hukum, karena dianggap melanggar. Karena NPHD ini harus memunculkan angka kepastian kebutuhan riil selama Panwas bertugas, " jelasnya, hari Senin (13/07).


Menanggapi hal itu, Ketua Panwas Pilkada Kab. Rembang, Totok Suparyanto memperkirakan, rencana anggaran yang sudah diteken masih kurang Rp 2 miliar, karena totalnya menjadi Rp 5,5 miliar. Menurutnya, dana tersebut sebagian besar untuk mencukupi kebutuhan honor penyelenggara, termasuk pengawas tempat pemungutan suara (TPS).


Editor : Sasmito Madrim

  • Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD)
  • Kabupaten Rembang
  • TPS

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!