NASIONAL

RKUHP Disebut Ancam Demokrasi, Ini Tanggapan Komisi II DPR

"Komisi Bidang Hukum DPR sudah menargetkan RUU KUHP selesai dan disahkan di rapat paripurna pada masa sidang kelima tahun ini atau Juli mendatang."

Resky Novianto

RKUHP
Ilustrasi. Aksi mahasiswa tolak RKUHP di gedung DPR Jakarta, Senin (17/9/2019). (Foto: ANTARA/Abdu Faisal)

KBR, Jakarta - Komisi Bidang Hukum DPR dan pemerintah telah membahas 14 isu krusial dalam RUU KUHP.

Salah satu pasal yang menjadi pembahasan, yakni Pasal 218 mengenai mengenai penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden yang dianggap rentan memidanakan masyarakat.

Selain itu, Pasal 240-241 RUU KUHP tentang pidana penghinaan terhadap pemerintah juga dikritisi sejumlah pihak lantaran anti-demokrasi.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi Bidang Hukum DPR, Supriana menegaskan, Pasal 218 akan menjadi delik aduan yang sebelumnya delik biasa.

"Kita akan melihat rentan dengan kasus pidana dalam delik yang mana, kan harus dilihat dulu delik apa yang dilakukan oleh masyarakat. Kalau itu menyangkut masalah pidana seperti apa lalu kita cocokkan yang ada di dalam KUHP yang baru. Saya melihat kehadiran KUHP yang baru justru membantu penegakan hukum yang ada di tengah-tengah masyarakat, belum saya lihat mana yang lemah, belum ada yang saya lihat," ujar Supriansa di Kompleks Parlemen Senayan, seperti dikutip TVR Parlemen, Selasa (13/6/2022).

Baca juga:

Politikus Partai Golkar ini mengatakan, Komisi Bidang Hukum DPR berharap RUU KUHP bisa meningkatkan penegakan hukum di masyarakat sesuai perkembangan zaman saat ini.

Kata dia, DPR bersama pemerintah masih melakukan pembahasan atas revisi undang-undang KUHP, agar sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia.

Supriansa menambahkan Komisi Bidang Hukum DPR terus membuka kesempatan bagi seluruh elemen masyarakat untuk aktif menyampaikan aspirasi terkait RUU KUHP, sehingga dalam penyusunannya RUU KUHP memperhatikan dan melibatkan partisipasi publik.

Komisi Bidang Hukum DPR, lanjutnya, sudah menargetkan RUU KUHP selesai dan disahkan di rapat paripurna pada masa sidang kelima tahun ini atau Juli mendatang.

RKUHP Mengancam Penelitian Mahasiswa

Peneliti Imparsial Gustika Jusuf Hatta menilai pasal-pasal di dalam Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP bisa mengancam demokrasi, kebebasan berpendapat sampai mengancam studi peneliti.

Ia mencontohkan, pasal 353 yang berbunyi, setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori 2.

"Ini tentunya mengancam demokrasi kita kebebasan berpendapat bukan hanya kepada mahasiswa tetapi juga para peneliti. Misalnya di sini ada kak Fathia yang kemarin menyampaikan penelitian namun di kriminalisasi. Jadi ini mungkin salah satu ancaman yang akan memperkuat ancaman terhadap pembela HAM dan tidak terkecuali teman-teman pers yang misalnya memang menyampaikan sebuah reportase dan bisa misalnya pasal ini digunakan secara serampangan mereka bisa terjerat hal-hal yang tidak diinginkan," kata Gustika saat acara Media Briefing Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Kamis (16/6/2022).

Gustika juga menyoroti hukuman dari setiap pasal dalam RKUHP yang selalu berujung penjara, padahal lembaga pemasyarakatan di Indonesia sudah sangat penuh.

"Jadi juga menjadi salah satu concern dari imparsial, di Indonesia ini sudah ada overcrowding penjara dan lapas, dan jika semua orang dimasukkan ke satu persatu ke penjara mau gimana. Kita juga sudah tahu kita tidak memperhatikan kesejahteraan orang-orang di sana jadi ini akan memperburuk suasana tentunya," kata dia.

Baca juga:


Editor: Agus Luqman

  • RKUHP
  • pasal penghinaan
  • penghinaan pemerintah

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!