KBR, Jakarta - Indonesian Institute mencatat representasi perempuan di parlemen masih belum ideal. Peneliti politik Indonesian Institute Ahmad Hidayah mengatakan, 30 persen merupakan jumlah minimal perempuan untuk memberi peran penting dalam perumusan kebijakan.
Sayangnya selama tiga periode pemilahan umum (pemilu) terakhir, representasi perempuan di parlemen masih di bawah 21 persen.
"Saya memberikan rekomendasi. Pertama adalah perempuan perlu ditempatkan pada posisi strategis di partai politik," ucap Ahmad dalam diskusi daring, Kamis, (23/6/2022).
"Selain itu sebenarnya saya pikir banyak hal juga di dalam partai politik yang perlu diberikan posisi strategis. Misalnya dalam seleksi calon anggota legislatif, perempuan perlu dilibatkan dalam penyeleksinya. Kedua, misalnya di rapat-rapat penting juga di dalam memberikan keputusan," sambungnya.
Baca juga:
- Kementerian PPPA: Perempuan Harus Terlibat Dalam Agenda Lingkungan
- Baleg DPR Setujui Pembahasan Draf RUU KIA, Cuti Ibu Melahirkan Jadi Enam Bulan
Ahmad Hidayah mendorong adanya evaluasi kebijakan afirmasi terkait representasi perempuan di parlemen. Kebijakan itu meliputi kuota pasti untuk perempuan di dalam parlemen.
Lalu sambungnya, penerapan kuota minimal representasi perempuan pada daftar kandidat dalam pemilu. Serta menerapkan kuota minimal representasi perempuan pada partai politik.
Editor: Wahyu S.