Article Image

BERITA

Potret Masifnya Bisnis K-Pop

Pengemudi ojek daring antre mengambil pesanan BTS Meal di McDonald's Raden Saleh, Jakarta, Rabu (9/6/2021). Galih Pradipta/Antara

Pengantar:

Heboh BTS Meal di restoran cepat saji McDonald’s hanya jadi bukti kesekian dari masifnya industri budaya Korea Selatan atau K-Pop. Beragam bisnis K-Pop di tanah air juga terus berkembang dengan menyasar pasar anak muda. Banyak fans yang memanfaatkan hobi untuk ikut meraup cuan. Kesuksesan bisnis ini tak lepas dari karakter khas dari generasi Z. Simak laporan khas KBR yang disusun Valda Kustarini.

KBR, Jakarta - Aprilia Putri sudah kenal berbisnis sejak kecil. Ia memanfaatkan kegemaran pada Korean Pop (K-Pop) sebagai ide jualan.

"Pertama kenal K-pop kelas 4 (SD), 2010 kalau ga salah. Waktu itu diajakin ke toko buku sama ibu, ternyata ada yang jual poster set Super Junior, terus kepikiran 'ini kalau aku jual laku deh'. Terus mulai jualan dari SD," kata Putri.

Usaha iseng-iseng dapat untung ini makin serius digelutinya sejak awal 2021. Putri membuka jasa desain produk bergambar grup Korea, mulai dari gantungan kunci hingga totebag.

"Pas lagi kepengin beli merchandise, tapi ga punya uang, ga mau minta ke orang tua, jadi bikin apa sendiri terus dijual. Tapi lebih seringnya jual jasa desain. Jasa desain aku dijual ke orang," tutur Putri.

Mahasiswi Universitas Telkom, Bandung berusia 20 tahun ini juga rajin membuka jasa pembuatan fankit. Harga yang ia tawarkan mulai dari Rp35 ribu sampai Rp100 ribu untuk jasa desain dan Rp60 ribu untuk sepaket fankit. Dari bisnis ini, ia mematok untung setengah juta rupiah tiap bulan. Rata-rata pelanggannya merupakan generasi Z atau sepantaran dengan Putri.

"Biasanya kalau fankit itu ada totebag, terus stiker, terus ada photocard gitu sih tapi yang baru ini aku mau coba ada notebook. Aku kalau buka PO juga tiba-tiba aja ga direncanain gimana-gimana. Keuntungan untuk desain aku targetin sebulan Rp500 ribu, ya aku harus rajin promosi," imbuhnya.

Contoh produk jualan Aprilia Putri di media sosial. Foto: istimewa

Putri menggenjot promosi untuk mendongkrak penjualan. Mulai dari membuat portofolio menarik di laman card, mengumpulkan testimoni pelanggan, hingga memanfaatkan fitur autobase di Twitter. Tak jarang, teman-teman sesama fans K-Pop juga membantu mempromosikan bisnis Putri di media sosial.

"Biasanya di base-base jualan K-Pop gitu sih. Jadi biar orang-orang juga percaya kalau mau jasa desain di aku. Paling rajin liat-liat mention confess (menfess). Kadang aku juga kirim sendiri menfess," ungkap Putri.

Cuan hasil jualan digunakannya untuk membeli merchandise grup K-pop idola. Album resmi dan photocard jadi barang incaran utama.

"Aku beliin kertas ganteng. Orang tuaku seneng-seneng aja sih, jadi bisa dapat uang jajan sendiri kan lumayan. Kebetulan ibu aku juga suka K-drama, jadi ngedukung-dukung aja aku suka K-Pop," lanjutnya.

Membagi waktu antara kuliah dan bekerja, merupakan tantangan terbesar Putri dalam menjalankan bisnisnya. Ia juga dituntut terus kreatif agar desain-desain karyanya tetap menarik.

"Paling ada yang mau pakai jasa desain, aku suka inspirasinya lagi ga ada. Terus lagi pusing sama tugas. Biasanya lihat-lihat desain aja di Pinterest, design K-pop. Kadang juga lihat MV (music video) juga muncul inspirasinya, soalnya kadang MV-nya banyak ilustrasinya," kisahnya.

Buat Putri, meraup cuan dari hobi adalah usaha yang menyenangkan. Sebab, ia bisa menyerok untung sembari tetap terkoneksi dengan idolanya.

"Biasanya ada orang yang kerja tapi ga enjoy sama pekerjaannya, karena dia ga suka. Tapi kalau yang hobi jadi cuan ini kan kita senang dan dapat uang juga," pungkas Putri.

Contoh produk jualan Aprilia Putri di media sosial. Foto: istimewa

Gen Z dan K-Pop

Booming bisnis dan belanja produk K-Pop di kalangan generasi Z dinilai wajar oleh Direktur Eksekutif Strategi Hakuhodo Indonesia, Devi Attamimi. Lewat belanja, penggemar K-Pop ingin menjadi bagian dari komunitas yang lebih luas. Kebutuhan terkoneksi dengan sesama generasi Z dipicu perbedaan karakter dengan generasi sebelumnya.

"Bisa dibilang kesepian gen Z ini. Kesepiannya bukan karena ga punya temen, tapi karena mereka disuruh berpikir kritis. Jadi there's a big desire for them to feel, belong to something or a tribe. Jadi mungkin mereka lebih maniak karena mengisi kesepiannya itu dengan menjadi keluarganya BTS, Blackpink karena they are part of the family," jelas Devi.

Direktur Eksekutif Strategi Hakuhodo Indonesia, Devi Attamimi. Foto: istimewa

Kesediaan para fans membeli produk K-Pop merupakan cara mereka berempati dan mendukung idolanya. Apalagi beredar kisah tentang beratnya menjadi artis di Korea.

"Banyak pemberitaan betapa merananya K-pop itu kan, hidup mereka luar biasa kayak robot, dibentuk sedemikian rupa oleh industri K-pop. Justru ada empati kalau kita nge-fans dan kita tahu idola kita kerja keras banget untuk di posisi seperti ini. Oh we know your struggle, and i can feel your struggle," lanjutnya.

Devi menilai bisnis K-Pop sukses berkembang karena mampu beradaptasi dengan karakter pasarnya yakni generasi Z.

"Strateginya berubah, karena again anak yang lebih muda ini memanusiakan banyak hal kan? salah satunya idola-idola mereka kan itu yang jauh lebih menarik bagi mereka," pungkas Devi.

Editor: Ninik Yuniati