BERITA

Bupati Kudus Lockdown Desa Zona Merah Karena Lonjakan Kasus

Bupati Kudus Lockdown Desa Zona Merah Karena Lonjakan Kasus
Seorang pasien berbaring di kursi menunggu masuk ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Dr. Loekmono Hadi, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (2/6/2021). (Antara)

KBR, Jakarta- Pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, memutuskan menutup akses wilayah bagi desa-desa yang masuk ke dalam kategori zona merah. Bupati Kudus, HM Hartopo menyebut ini adalah upaya untuk meminimalisir penularan kasus covid-19. Selain itu, upaya antisipasi lain juga dilakukan dengan menutup tempat wisata.

Pemkab Kudus mengakui kasus positif Covid-19 di daerahnya cukup tinggi. Tercatat per hari ini ada 1,232 kasus positif Covid-19 di daerahnya. Di mana pasien yang dirawat sebanyak 294 orang, dan isolasi mandiri yaitu 938 orang.

"Penutupan tempat wisata untuk sementara. Adanya penyekatan atau ada check point, memutarbalikan kendaraan yang masuk ke Kudus. Itu harus ada tes antigen 1x24 jam. Yang artinya dia harus bebas Covid-19 untuk masuk ke Kudus. Kalau untuk yang zona merah, terutama untuk mikro zonasinya. Di RT-RW-nya itu, jelas kita lockdown. Tidak boleh ada kegiatan di sana," jelas Hartopo dilansir Kompas TV (02/06/21).

Bupati Kudus, HM Hartopo menjelaskan ada 42 desa yang masuk kategori zona merah. Di mana orang yang terpapar Covid-19 berjumlah lebih dari 10 orang di kawasan tersebut. Untuk desa berzona merah ini dilakukan penutupan akses wilayah, dengan beberapa kelonggaran.

"Di sini itu per RT, kalau di situ ada 5 bahkan 10 orang, itu kita lockdown. Jadi tidak boleh ada pengunjung yang masuk ke sana, kecuali untuk warganya sendiri. Tapi karena mata pencaharian di Kabupaten Kudus itu buruh pabrik, kita kasih kelonggaran, bisa untuk keluar tapi untuk bekerja. Tapi untuk tamu masuk tidak boleh, harus dinyatakan bebas Covid-19," kata dia.

Kata dia, kelonggaran ini juga memungkinkan warga di desa memenuhi kebutuhan logistiknya secara mandiri. Tetapi jika warga tidak mampu, Pemerintah Desa memberikan bantuan untuk mereka.

Di sisi lain, ia juga membatasi kegiatan yang menimbulkan kerumunan di kabupaten Kudus. Ini dilakukan, masih dalam rangka upaya menekan resiko peningkatan kasus Covid-19 di Kudus.

"Salah satunya hajatan. Hajatan betul-betul kita batasi. Untuk yang zona merah tidak boleh kita ada kegiatan. Yang non zona merah, itu kita batasi. Terkait kapasitasnya, tidak boleh untuk makan di tempat," ujarnya.

Terkait dengan kabar mengenai Tenaga Kesehatan (Nakes) di Kudus yang terpapar Covid-19, ia mengakui hal tersebut. Sampai hari ini terdapat 156 Nakes yang positif, diduga terdampak lonjakan kasus Covid-19 di Kudus.

Sementara itu, Dinas Perhubungan Kabupaten Kudus mencatat sebanyak ratusan bus pariwasata yang membawa rombongan peziarah dari berbagai daerah diminta untuk putar balik. Kabid Lalu Lintas dan Angkutan Umum Kudus, Puthut Sri Kuncoro mengungkapkan kebijakan ini diambil setelah kasus covid-19 di Kudus meningkat drastis.

"Tentang kendaraan yang diminta putar balik pada 24 hingga 26 Mei ada 279 kendaraan seperti bus, mikro bus dan elf. Lalu dari 27 Mei hingga 2 Juni ada 65 kendaraan yang diminta putar balik karena adanya penyekatan," ungkap Putut kepada KBR, Rabu (02/06/21).

Menurut Putut, selama awal penyekatan pihaknya bersama tim gabungan melakukan sosialisasi penyekatan dan berhasil menghalau lebih dari 200 kendaraan masuk ke Kudus. Ia menjelaskan, kendaraan yang diminta putar balik mayoritas merupakan bus yang membawa rombongan ziarah berasal dari Jawa Barat.

"Mayoritas itu membawa peziarah berasal dari Jabar," jelasnya.

Putut menambahkan, tim gabungan akan melakukan penyekatan hingga waktu yang belum ditentukan dengan total 6 titik pos penyekatan.

"Semua pintu masuk ke Kudus diperketat karena kondisi belum kondusif," pungkasnya.

Editor: Friska Kalia

  • Kudus
  • Covid-19
  • Satgas
  • kasus Covid Bertambah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!