BERITA

Kenormalan Baru: Kesehatan vs Ekonomi

""Kantor harus menyiapkan skenario bekerja yang tepat, kantor tidak boleh padat. Begitu juga di sektor pendidikan, ruang sekolah harus ditambah""

Kenormalan Baru: Kesehatan vs Ekonomi
Penjual gudeg Sudarmi mengenakan pelindung wajah melayani pembeli di kawasan Demangan, DI Yogyakarta, Jumat (29/5/2020). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

KBR, Jakarta- Tatanan kenormalan baru "new normal" di tengah pandemi covid-19 telah dimulai khususnya di wilayah DKI Jakarta. 

Dengan adanya kenormalan baru ini, maka sejumlah pembatasan aktivitas saat corona mewabah kini telah dilonggarkan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono dalam perbincangannya di program Ruang Publik KBR memprediksi pada fase kenormalan baru ini, aktivitas masyarakat lebih terkontrol. Khususnya dalam menjaga kesehatan masing-masing. 

Meski demikian, Pandu meminta masyarakat lebih peduli terhadap kesehatan saat fase kenormalan baru. Pasalnya selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di ibu kota terdapat 40 persen warga yang tidak patuh terhadap protokol kesehatan.

Sementara itu, dalam skema kenormalan baru ini, menurut Pandu pemerintah beserta seluruh pihak terkait harus meyiapkan secara matang skenario berkegiatan yang tepat agar penyebaran covid-19 dapat dihentikan.

"Kantor harus menyiapkan skenario bekerja yang tepat, kantor tidak boleh padat. Begitu juga di sektor pendidikan, ruang sekolah harus ditambah atau kalau ini susah dilaksanakan maka skema sepekan sekolah sepekan libur juga bisa diterapkan. Pusat-pusat antrian juga harus diperhatikan," ujar Pandu Riono dalam program Ruang Publik, Senin (08/06).

Sementara itu, dalam kenormalan baru pemerintah juga diminta tak abai untuk memperhatikan hak kesehatan masyarakat. 

Pandu Riono merinci, selama covid-19 mewabah banyak hak kesehatan dasar masyarakat yang terabaikan. Seperti Imunisasi, pemeriksaan ibu hamil, serta pemeriksaan untuk penyakit kronis.

Sehingga menurut Pandu, dalam kenormalan baru ini pemerintah harus menyiapkan layanan kesehatan dasar serta menjamin kesehatan dan keamanan tenaga medis dengan menyiapkan alat pelindung diri (APD). 

Tak hanya itu pemerintah juga diminta menambah kapasitas swab test covid-19.

"Obat-obatan juga harus disediakan secara penuh. Dengan terpenuhinya hak tersebut maka masyarakat tak perlu takut untuk mendatangi layanan kesehatan guna memeriksakan diri ketika merasa sakit, khususnya saat pandemi seperti saat ini," tambah Pandu.

Baca Juga:

JPPI: Mayoritas Warga Minta Kemendikbud Undur Jadwal Pendaftaran Siswa Baru 

Pemprov DKI Tetapkan Masa Transisi PSBB Jakarta Juni 2020 

Pemprov Jabar Targetkan Normalisasi Pariwisata Januari 2021  

Prioritas Kenormalan Baru

Pandu Riono mengingatkan kenormalan harus dilakukan secara bertahap. Ia mengatakan salah satu sektor yang bisa dibuka di awal fase kenormalan baru ini adalah industri, perkantoran serta pusat perbelanjaan. 

Namun ia mengingatkan perusahaan serta pusat perbelanjaan yang dibuka harus sudah memiliki protokol kesehatan. Jika tidak, pemerintah harus memberi sanksi berupa penutupan sementara.

"Ini harus dicek protokol kesehatannya, apakah sudah siap dibuka atau belum? apakah suasana kantornya sudah siap belum? Jika melanggar bisa ditindak. Termasuk pusat perbelanjaan atau Mall," imbuhnya.

Selanjutnya, sektor yang bisa dibuka setelah tahap pertama kenormalan baru menurut Pandu adalah rumah ibadah. 

Namun menurutnya, kegiatan peribadahan dengan jumlah jemaah yang banyak harus ditunda terlebih dahulu.

Setelah itu, sektor lain yang dapat dibuka adalah pelayanan publik dan sektor pendidikan (sekolah).

Hitung-hitungan Ekonomi 

Lembaga kajian ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menyebut kenormalan baru tidak dapat mengembalikan sektor ekonomi seperti sebelum covid-19 mewabah. 

Direktur CORE Indonesia, Piter Abdullah menjelaskan bahwa kenormalan baru ini bertujuan untuk mempertahankan agar dunia usaha dapat bertahan sehingga gelombang PHK dapat dicegah.

"Covid ini dipenuhi dengan ketidakpastian, perekonomian yang mati dapat memunculkan PHK dan persoalan sosial lain. Tujuan kenormalan baru itu bisa menahan laju ekonomi agar tidak terjun bebas," ungkap Piter Abdullah dalam program Ruang Publik KBR, Senin (08/06).

Piter menyoroti pengembalian ekonomi yang anjlok di tengah wabah tidak mungkindilakukan. Penurunan konsumsi dan ekonomi ketika wabah itu masih berlangsung itu sebuah keniscayaan, pasti terjadi. 

"Dan saya kira itu disadari sekali oleh pemerintah. Contohnya begini saja, sebuah toko, sebuah pusat ekonomi, pabrik, kalau dia tidak dilakukan pelonggaran dalam jangka waktu yang panjang, dia akan mati. Tetapi jika dilonggarkan bukan berarti dia akan kembali normal. Tetapi setidak-tidaknya dia bisa bertahan," imbuhnya.

Dalam kondisi mewabahnya covid-19 seperti saat ini, Piter juga menyebut sektor yang paling terdampak dan mudah mati adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). 

"Justru yang paling terdampak adalah UMKM. Mereka tidak bisa buka, tidak ada pembeli dan UMKM tidak ada cadangan keuangan yang cukup. Karena cadangan keuangan UMKM adalah harian," pungkasnya.

 Editor: Agus Luqman

  • kenormalan baru
  • new normal
  • COVID-19

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!