KBR, Malang- Tiga orang mahasiswa dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang, Jawa Timur, tengah mengembangkan alat pelacak posisi korban gempa yang tertimbun runtuhan bangunan. Pengembangan alat ini terilhami dari pengalaman salah satu rekan mereka, yang selamat dari bencana gempa bumi Padang 2009.
"Ini berawal dari teman kami yang selamat dari bencana gempa bumi Padang. Proses penemuan korban memakan waktu cukup lama karena harus mendatangkan alat dari luar negeri," kata salah satu mahasiswa inovator itu, Muhammad Rikza Maulana di Malang, seperti dikutip Antara, Jumat (28/6/2019).
Mudah Digunakan dan Murah
Alat pelacak korban gempa yang dibuat Rikza bersama dua rekannya, yakni Satrio Wiradinata Riady Boer dan Adin Okta Triqadafi, diberi nama Detector of Interconnected Position Points (Deoterions). Alat ini melacak posisi korban gempa di balik reruntuhan menggunakan gelombang radio dan sensor gerak.
Menurut Rikza, gelombangnya bisa menjangkau radius 112 meter dan bisa mendeteksi gerakan hingga kedalaman 5 meter di bawah reruntuhan, selama masih ada rongga-rongga untuk jalan masuk gelombang.
Data hasil pelacakannya kemudian bisa dilihat lewat komputer serta aplikasi smartphone.
"Karena berkejaran dengan waktu, jadi masyarakat juga bisa menggunakan aplikasi itu, dan langsung mencari korban secara gotong royong," kata Rikza kepada Antara (28/6/2019).
Menurut Rikza, pembuatan prototipe Deoterions hanya butuh biaya sekitar Rp100 ribu per unit.
Inovasi ini sudah diajukan ke Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
Rikza berharap Deoterions bisa diuji coba oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan bisa mendapat masukan terkait penyempurnaan alatnya.
Ke depannya, Rizka dan rekan-rekannya berencana mengembangkan Deoterions agar bisa menembus reruntuhan yang lebih padat seperti tanah longsor.
Editor: Rony Sitanggang