BERITA

Ombudsman RI Sesalkan 200-an Komisaris BUMN Rangkap Jabatan di Lembaga Pelayan Publik

Ombudsman RI Sesalkan 200-an Komisaris BUMN Rangkap Jabatan di Lembaga Pelayan Publik

KBR, Jakarta - Ketua Ombudsman RI Prof. Amzulian Rifai menyesalkan masih banyak komisaris BUMN yang merangkap jabatan di lembaga pelayanan publik.

Amzulian mengatakan rangkap jabatan oleh pelaksana pelayanan publik menghambat upaya negara menghadirkan pelayanan publik yang prima.


"Tingkat kepatuhan pemerintah (BUMN) dalam memenuhi standar pelayanan publik masih rendah," kata Rifai di Jakarta, Selasa (6/6/2017).


Data Ombudsman 2017 memaparkan banyak pelaksana pelayanan publik yang merangkap jabatan. Ditingkat nasional, dari 144 unit yang dipantau, terdapat 222 komisaris yang merangkap jabatan sebagai pelaksana pelayan publik. Jumlah itu mencapai 41 persen dari total 541 komisaris.


Rifai mengatakan sedikitnya 125 pejabat dari sejumlah instansi seperti kementerian lembaga, TNI, Polri, perguruan tinggi hingga kejaksaan yang menduduki posisi komisaris BUMN. Dari jumlah itu, 70 pejabat diantaranya di posisi jabatan setingkat eselon I BUMN, 35 eselon II, dan sisanya menempati eselon III dan IV.


Rifai mengatakan berdasarkan Undang-undang Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik, pada pasal 17 disebutkan pelaksana pelayanan publik di lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah dilarang rangkap jabatan sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha,


"Seharusnya institusi-institusi yang punya kewengangan terhadap pejabat-pejabat ini duduk bersama supaya ada solusi. Tujuan kita bagaimana BUMN kita bisa lebih maju," kata Rifai.


Deputi Bidang Kajian Kebijakan Lembaga Administrasi Negara Muhammad Taufiq mengatakan terdapat regulasi yang tidak sinkron mengenai rangkap jabatan.


"Ini ada mispersepsi peraturan dalam perundang-undangan antara Undang-undang BUMN dengan Undang-undang lain yang memang melarang adanya rangkap jabatan," kata Taufiq.


Undang-undang Pelayanan Publik memang melarang pejabat pelaksana merangkap jabatan sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha. Namun, dalam Peraturan Menteri BUMN PER-02/MBU/02/2015 ada aturan yang permisif, dimana anggota dewan komisaris dan Dewan Pengawas BUMN bisa berasal dari "pejabat struktural dan pejabat fungsional pemerintah".


Taufiq merekomendasikan pejabat publik boleh saja menjadi komisaris BUMN, tetapi setelah menjadi komisaris hendaknya melepas jabatan aparatur sipil negara agar lebih terjaga integritas dan profesionalitasnya, dan menghindari konflik kepentingan ssesuai UU pelayanan publik.


Direktur Advokasi Pusat kajian Antikorupsi, Oce Madril menilai jabatan komisaris harus dapat dibedakan menurut fungsionalnya. Oce mengatakan pejabat BUMN hendaknya menjunjung tinggi prinsip profesionaisme yang diatur perundang-undangan. Hal ini menghindari adanya benturan kepentingan, saat dihadapkan pada pilihan sulit. Menurut Oce Madril tindakan tidak profesional berpengaruh pada putusan yang tidak diinginkan.


Anggota Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) Tasdik Kisnanto menanggapi santai perihal rangkap jabatan yang sejak lama terjadi. Ia berharap jika serius dalam mengurus negara/pemerintah, maka rangkap jabatan harus diakhiri.


Editor: Agus Luqman 

  • Rangkap Jabatan
  • ombudsman RI
  • Pelayanan Publik
  • UU Pelayanan Publik
  • aparatur sipil negara
  • ASN
  • BUMN

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!