BERITA

Simposium Anti-PKI Wacanakan Kudeta, Istana Enggan Komentari

""Pak Presiden belum bilang apa-apa soal itu, jadi saya tidak bisa bicara apapun juga soal itu,""

Simposium Anti-PKI Wacanakan Kudeta,  Istana Enggan Komentari

KBR, Jakarta- Pemerintah enggan memberikan komentar apapun terkait Simposium Tandingan yang digagas oleh para purnawirawan TNI dan gabungan Ormas di Balai Kartini. Juru Bicara Kepresidenan, Johan Budi mengatakan, Presiden Joko Widodo hingga saat ini belum mengeluarkan komentar apapun terkait pagelaran Simposium tersebut.

"Pak Presiden belum bilang apa-apa soal itu, jadi saya tidak bisa bicara apapun juga soal itu," ujarnya kepada wartawan di Istana Negara.

Senada dengan Johan Budi,  Menteri Sekretaris Negara, Pramono Anung mengaku tidak mengetahui apapun terkait Simposium tersebut. Oleh karenanya kata dia, pihaknya tidak bisa komentar apapun terkait Simposium tersebut. Terkait statemen Kivlan Zein yang mewacanakan kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI), dia mempersilahkan awak wartawan untuk mengonfirmasi masalah tersebut kepada Kivlan Zein.

"Saya tidak tahu apa-apa soal itu. Jadi dari pada saya salah, saya tidak mau komentar apapun soal itu," ujarnya dikantornya kepada wartawan.

Saat dihubungi via telepon, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sidarto Danusubroto juga tidak ingin mengomentari acara Simposium Tandingan tersebut. Kata dia, yang juga menjadi penanggung jawab acara Simposium yang digagas oleh pemerintah, pihaknya tidak memiliki wewenang mengomentari masalah tersebut.

Sebelumnya, Ketua Panitia Simposium tandingan, Kiki Syahnakri membeberkan hasil rekomendasi sementara terhadap pemerintah. Kata dia, rekomendasi itu menolak ideologi komunisme dan perlunya pendidikan karakter Pancasila.

Kiki berharap, Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) dapat memfasilitasi pertemuan antara pihaknya dengan panitia Simposium 1965 pimpinan Agus Widjojo.

Dia tak mempermasalahkan apabila hasil rekomendasi bertolak belakang dengan panitia Simposium 1965. Pihaknya bersikeras agar pemerintah tak minta maaf kepada korban 1965 dari PKI. Dia juga tak setuju apabila ada kompensasi dan penggalian kuburan massal korban 1965.


Kudeta

Wacana kudeta di antaranya disuarakan wakil dari Nahdlatul Ulama (NU).  Wakil NU menyatakan  bersiap untuk melakukan bughat atau kudeta terhadap pemerintah jika keluar dari Pancasila. Hal itu disampaikan salah satu ketua Pengurus Besar  NU, Marsudi Syuhud  dalam Simposium Anti-PKI yang digelar di Balai Kartini, Jakarta.


Marsudi   mengatakan, sejak dulu para pendiri NU sepakat untuk melindungi Pancasila dari rongrongan ideologi kanan atau kiri termasuk di dalamnya PKI.


"Kita semua dulu sudah disepakati bersama. Ideologi yang timbul atau tenggelam timbul lagi. Atau sekarang ditimbulkan. Lalu keluar dari kesepakatan, dan tidak ada kesepakatan baru, maka hukumnya Bughat atau kudeta. Boleh diperangi," kata Marsudi di Balai Kartini, Kamis (2/6/2016).


Marsudi juga menyebut rekonsiliasi antara NU dan PKI sudah berlangsung secara alami. Namun begitu, ia menolak jika sejarah kekerasan PKI hanya dimulai dari 1965. Namun kata dia, mesti dilihat dari 1948.


Marsudi Syuhud menjadi pembicara di hari kedua dalam sesi Ideologi Komunis dalam Perspektif Agama. Di sesi ini hadir pula Yunahar Ilyas yang mewakili Muhamadiyah, dan Dewa Putu Sukardi (Hindu). 

Editor: Rony SItanggang

  • tragedi65
  • Sekretaris Kabinet Pramono Anung
  • Johan Budi juru bicara Presiden Jokowi
  • simposium mengamankan pancasila dari pki

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!