BERITA

Hampir Setahun, Lahan untuk Suku Anak Dalam Masih Sebatas Janji

"Pasca kunjungan Presiden Jokowi menemui Suku Anak Dalam, pemerintah berjanji bakal memberikan lahan seluas 114 hektar sesuai permintaan SAD."

Sasmito

Hampir Setahun, Lahan untuk Suku Anak Dalam Masih Sebatas Janji
Presiden Joko Widodo (Jokowi) berdialog dengan warga Suku Anak Dalam di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Jambi, Jumat (30/10/2015)

KBR, Jakarta- Rencana pemberian lahan seluas 114 hektar bagi Suku Anak Dalam Jambi oleh pemerintah, belum terlaksana. Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hadi Daryanto mengatakan, pihaknya masih memverifikasi data jumlah Suku Anak Dalam. Meski demikian, ia mengklaim data tersebut akan selesai dalam waktu dekat ini.

"Ini kan kita sedang proses, karena kita ingin by name by addres, ini lagi didata. Lahan berapa, 114 hektar? iya itu yang diminta, sekarang kan masih akasia, dimintanya jadi kebun karet," jelas Hadi Daryanto saat dihubungi KBR, Selasa (7/6/2016)

Untuk pembangunan rumah bagi mereka, Hadi Daryanto menambahkan hal tersebut diserahkan kepada kepala daerah masing-masing. Sebab, menurut Pemkab Sarolangun, Suku Anak Dalam tidak tinggal di dalam rumah, melainkan di tenda-tenda.

"Di Sarolangun kan mintanya di Air Hitam di luar kawasan yang akan dibangun. Waktu ke sana, Pak Jokowi kan janji akan bangun rumah. Karena itu di Area Penggunaan Lain (APL) kita serahkan kepada Bupati/Pemda. Nah Bupati menyampaikan ke kita kalau suku anak dalam kita buatkan rumah, itu mereka tidak akan tinggal di rumah tapi akan bikin tenda di sampingnya. Istilah adatnya sudung," imbuhnya.

Sementara bagi warga Suku Anak Dalam yang berada di kawasan hutan, Hadi menambahkan pihaknya akan membuatkan akses jalan ke Taman Nasional Bukit Duabelas seperti yang diminta warga. 

"Kan Suku Anak Dalam punya kebun karet banyak di dalam. Nah mereka ingin minta jalan ke Taman Nasional Bukit Duabelas. Kita sudah ketemu dengan Setkab, itu boleh. Dan Pekerjaan Umum mau bikin jalan mobil ke Taman Nasional, tapi mereka sebenarnya minta jalan setapak saja," pungkasnya.

Sejumlah Orang Rimba dari Kelompok Melimun dan Kelompok Menyurau di Jambi terlibat bentrok dengan satpam dari perusahaan sawit PT Bahana Karya Semesta. Perusahaan itu merupakan anak dari perusahaan grup SMART atau Sinar Mas Grup.

Satpam meminta orang rimba keluar dari kebun sawit dan melarang mereka memungut brondolan atau butiran kelapa sawit. Bentrok terjadi saat orang rimba meninggalkan lokasi. Dalam peristiwa itu, dua orang rimba menjadi korban penusukan, lima sepeda motor di lokasi rusak dan seribu lembar kain orang rimba dibakar.

Menurut Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Irmansyah Rachman, salah satu alasan bentrok Suku Anak Dalam dengan perusahaan karena alasan kesejahteraan. Karena itu, ia meminta perusahaan-perusahaan perkebunan yang masuk dalam wilayah jelajah Orang Rimba membuat program kemitraan dengan Orang Rimba. Semisal program kemitraan bagi hasil perkebunan dengan komposisi 70:30.

Persoalan kesejahteraan di sana, juga mengakibatkan kematian beruntun menyerang tiga kelompok orang rimba di bagian timur TNBD, Kabupaten Sarolangun-Batanghari, Jambi. Dari 150 jiwa di tiga kelompok itu, kematian beruntun paling banyak terjadi pada Januari dan Februari 2014 dengan enam kasus kematian, yaitu empat anak-anak dan dua orang dewasa.

Menanggapi hal itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya saat itu mengatakan, pemerintah telah menyelesaikan kasus Suku Anak Dalam Jambi yang sempat terlantar karena hilangnya lahan mereka. Ia mengatakan pemerintah telah berdiskusi langsung dengan Suku Anak Dalam Jambi. Hasilnya, pemerintah telah sepakat bakal memberikan lahan seluas 114 hektar sesuai permintaan Suku Anak Dalam.


Editor: Malika

  • suku anak dalam
  • SAD
  • jambi
  • sarolangun

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!