BERITA

Sarat Kepentingan, KPU Diminta Tak Dengarkan DPR

"Surat edaran berisi definisi petahana dinilai sejumlah LSM berpotensi memberi celah praktik politik dinasti."

Stefano

Koordinator Komite Pemilihan Indonesia (TEPI), Jeirry Sumampow. Foto: Antara
Koordinator Komite Pemilihan Indonesia (TEPI), Jeirry Sumampow. Foto: Antara

KBR, Jakarta – Koordinator Komite Pemilihan Indonesia (TEPI), Jeirry Sumampow mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak perlu mendengar usulan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait surat edaran yang berisi definisi petahana yang dinilai sejumlah LSM berpotensi memberi celah praktik politik dinasti. Menurut Jeirry, usulan dari DPR tersebut bertentangan dengan peraturan yang dibuat oleh DPR sendiri yaitu UU No. 8 Tahun 2015 mengenai Pilkada dan Peraturan KPU No. 9 Tahun 2015.

“Setelah DPR buat UU, UU ini sudah berdiri sendiri jadi secara logis kita bisa membuat tafsir terhadap UU itu, kalau tafsir kita berbeda dengan yang dibuat DPR dan kita merasa kita jauh lebih logis ya tidak usah dengar DPR donk. Karena kalau dengar DPR terus bisa repot, karena DPR punya kepentingan,” jelas Jeirry  dalam jumpa pers di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (24/6/2015).

Selain itu, Jeirry juga mengatakan tidak perlu melibatkan Kementerian Dalam Negeri dalam pencabutan surat edaran ini.

“Saya tidak setuju penyelesaian lewat Mendagri. Karena selain sudah punya kewenangan dan tugas, menurut saya itu juga memberi ruang politik untuk bermain, padahal Mendagri tidak bisa kita lihat netral karena berasal dari partai tertentu,” kata Jeirry.

Oleh karena itu, Jeirry mengusulkan KPU untuk segera mencabut surat edaran tersebut dan mengganti definisi petahana. Dimana, kata dia seorang pejabat tidak dikatakan petahana lagi jika mundur di atas 1 tahun sebelum masa jabatan berakhir.

“Kalau dia mundur di atas 1 tahun sebelumnya masa pendaftaran, pengaruh atas birokrasinya habis. Kalau dia mencalonkan keluarga atau kerabat pengaruh-pengaruh yang menodai pilkada itu bisa ternetralisir. Jadi sekali lagi saya harap KPU jangan terlalu tergantung dengan DPR,” tegas Jeirry.

Sebagai informasi, KPU mengeluarkan surat edaran tertanggal 12 Juni 2015 yang berisi mengenai definisi petahana bagi kepala daerah. Dimana isi surat tersebut menjelaskan bahwa kepala daerah yang telah habis masa jabatannya sebelum masa pendaftaran tidak termasuk dalam definisi petahana. Menurut Ketua KPU, Husni Kamil Manik keluarnya surat tersebut dilakukan setelah berkonsultasi dengan DPR, dimana KPU diminta membuat pengertian sesuai dengan yang ada di Peraturan KPU yaitu No. 9 tahun 2015. Dimana pengertian petahana yang dirujuk dalam UU tersebut adalah mereka yang sedang menjabat.

Editor: Malika

 

  • kpu
  • komisi pemilihan umum
  • celah politik dinasti
  • politik dinasti

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!