BERITA

November, IPT 1965 Desak Sidang terhadap Indonesia

"Untuk bertanggung jawab secara moral dan hukum atas kejahatan kemanusiaan terkait peristiwa 1965. "

Nursyahbani Katjasungkana (Foto: Antara)
Nursyahbani Katjasungkana (Foto: Antara)

KBR, Jakarta - Perjuangan untuk mendapatkan keadilan bagi para penyintas kejahatan kemanusiaan 1965 terus bergulir. Salah satunya dengan terbentuknya International People’s Tribunal (IPT) atau Pengadilan Rakyat Internasional oleh para penyintas, aktivis HAM, seniman dll. IPT 1965 awalnya lahir dari diskusi dengan Joshua Oppenheimer, pembuat fim Jagal (The Act of Killing) yang berlangsung di Den Haag pada 22 Maret 2013.

Koordinator IPT 1965 Nursyahbani Katjasungkana mengatakan salah satu agenda IPT 1965 adalah melaksanakan sidang pada 10–13 November di Den Haag. Dalam sidang nanti, penuntut akan mendakwa negara Indonesia agar bertanggung jawab secara moral dan hukum atas kejahatan kemanusiaan ini.

“Bahwa kita state responsibility. Karena state tidak melakukan apa pun sampai saat ini terhadap para korban,” kata Nursyahbani.

Dalam sidang itu kata Nursyabani ada sembilan saksi yang akan hadir.

“Audiens, siapa saja boleh hadir. Tetapi yang mau dihadirkan adalah para saksi dari berbagai kekerasan yang dialami atau kejahatan yang dialami. Mulai saksi yang melihat, mendengar, atau menyaksikan pembunuhan massal. Saksi yang mengalami perbudakan kayak di Buru. Mengalami atau mengetahui kekerasan seksual terhadap perempuan. Torture, persecution. Ada sembilan.”

Negara akan diundang dalam sidang ini dan biasanya Kejaksaan Agung yang diutus menjadi pengacara negara.

Nursyahbani juga mengungkapkan menjelang sidang ini, IPT 1965 akan menggelar berbagai kegiatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat atas kasus-kasus kejahatan HAM berat terutama kasus 1965. Acara ini akan berlangsung di Jakarta dan Solo, dan melibatkan seniman Dolorosa Sinaga sebagai kreator tim kreatif.

Kita akan ada peringatan 50 tahun Breaking of Silence bekerjasama dengan banyak pihak. Kita ada biennale poster ’65, pameran foto, pameran komik, pemutaran film.”

Hasil dari penyelidikan pada sidang itu nanti akan dibacakan di Jenewa tahun 2016. Hasil ini akan digunakan IPT 1965 untuk mendesak masyarakat internasional menekan Indonesia.

“Tetapi selain itu kita menggunakan judgementnya untuk lobbying dokumen di UN, organisasi internasional, maupun di nasional. Terutama untuk pendidikan masyarakat untuk mengetahui kebenarannya. Itu yang paling penting dan mengubah textbook, persepsi, dll,” tutup Nursyahbani. 

  • korban 1965
  • Korban Pelanggaran HAM 1965
  • Nursyahbani Katjasungkana
  • International People’s Tribunal

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!