BERITA

Meski Eksportir Terbesar, Petani Sawit Indonesia Masih Tak Kebagian Lahan

"Indonesia merupakan eksportir minyak sawit terbesar di dunia."

Meski Eksportir Terbesar, Petani Sawit Indonesia Masih Tak Kebagian Lahan
Foto: Mongabay.com

KBR, Jakarta- Indonesia merupakan eksportir minyak sawit terbesar di dunia. Hal tersebut berdasarkan data tahun 2014 dari Kementerian Pertanian, bahwa Indonesia bersama Malaysia menguasai sekitar 85 persen dari total produksi minyak sawit dunia sebesar 78 juta ton, dimana Indonesia menyumbang produksi 31 juta ton pada tahun lalu. Namun, kejayaan tersebut belum dirasakan sepenuhnya oleh petani ataupun masyarakat yang tinggal di sekitar lahan kebun kelapa sawit.

Kondisi tersebut dipaparkan oleh Direktur Eksekutif Sawit Watch, Jefri Saragih yang menyebut masih banyak persoalan sosial yang ditimbulkan oleh industri sawit di Indonesia. Salah satu yang dikritisi Jefri adalah soal jumlah konsesi lahan sebesar 20 persen yang harus diterima petani lokal setelah tanahnya dibeli oleh investor. Namun pada kenyataanya, kata Jefry, banyak petani yang hanya menerima setengah dari jumlah yang seharusnya didapat.

“Katakan misalnya dia dapat 20.000 ha untuk izin lokasi, tapi berdasarkan assesment di lapangan itu ada wilayah HCS, HCV, dia hanya dapat 5.000 ha. Nah kalau dia 5.000 ha ini dia kasih lagi 20 p ke masyarakat secara bisnis dia tidak untung jadi ga mau. Karena biaya land clearingnya itu sama biaya penanaman dan perawatan itu sudah mahal,” jelas Jefri usai Diskusi Kesadaran Konsumen Soal Sawit Berkelanjutan oleh Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) di Jakarta, Rabu (10/6).

Jefri merujuk pada Peraturan Menteri Pertanian No. 98 Tahun 2013 Tentang Perizinan Usaha Perkebunan, bahwa pengusaha yang membuka lahan harus memberikan 20 persen dari lahan kepada masyarakat lokal. Peraturan tersebut menurut Jefri tidaklah lengkap lantaran tidak diatur lahan 20 persen untuk masyarakat tersebut, berada di dalam lahan konsesi atau di luar konsesi.

Kata dia, meski sudah mendapatkan lahannya, seringkali petani setempat mendapatkan lokasi yang tidak layak. Seperti, kata dia, lokasi jauh dari jalan utama, dan luasnya yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Misalnya, kasus ini terjadi di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat dimana dari 2 hektar lahan yang seharusnya diterima, petani setempat hanya menerima 0,7 hektar saja. Kemudian diperparah dengan jumlah pohon sawit yang tidak sesuai dengan perjanjian ataupun bibit pohon sawit yang tidak berkualitas dari perusahaan. 

Terkait hal ini, Jefri berharap pemerintah memberikan kepastian hukum kepada petani dalam bentuk sertifikasi lahan baik itu lahan individu maupun komunal. Sehingga petani mempunyai hak atas tanah yang jelas. Lalu ia mengatakan pemerintah perlu meninjau ulang kebijakan manajemen satu atap sawit untuk pembelian lahan dari masyarakat. Menurut dia, kebijakan tersebut membuat petani tidak bisa memantau siapa yang membeli tanahnya dan berujung kepada kesepakatan yang tidak adil.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian, perkebunan sawit di Indonesia dominan terletak di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Sumatera menguasai sekitar 70 persen lahan sawit Indonesia dan Kalimantan 30 persen. Untuk total lahan perkebunan kelapa sawit, World Wild Fund (WWF) pada 2013 lalu mencatat sekitar 13,5 juta hektare.

Editor: Dimas Rizky

 

  • indonesia ekspor sawit terbesar
  • eksportir sawit terbesar dunia
  • produksi sawit indonesia
  • sawit
  • perkebunan sawit

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!