BERITA
Ini Sebabnya RUU KPK Dinilai Justru Bakal Melemahkan KPK
KBR, Jakarta - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) menilai revisi UU
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disepakati pemerintah dan DPR
bakal melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Peneliti PSHK, Bivitri
Susanti mengatakan, pelemahan itu di antaranya mengenai penghilangan
penyadapan dan penuntutan oleh KPK. Menurut dia, dengan dihilangkannya
kedua elemen tersebut maka lembaga antikorupsi itu tidak bisa berjalan.
"Ini
bukan penguatan justru pelamahan, soal penyadapan saya setuju secara
HAM harus diatur agar lebih jelas. Tapi kalau dihilangkan akan sangat
lemah karena kita tahu selama ini banyak operasi tangkap tangan, kalau
nangkap polisi, nangkap jenderal polisi itu mustahil. Itu semua bisa
diungkap karena penyadapan itu. Dan soal penuntutan kita tahu KPK
dijadikan satu penyidikan dan penuntutan karena kita tahu kejaksaan
sangat korup kan," ujarnya saat dihubungi KBR (17/6/2015).
Peneliti PSHK,
Bivitri Susanti menambahkan, seharusnya dalam revisi itu pemerintah
memperkuat KPK dengan menambah aturan soal perekrutan penyidik KPK.
Sebelumnya, revisi UU KPK disepakati dalam rapat Badan Legislasi DPR
dengan Menkumham Yassona Laoly kemarin. Bahkan revisi UU KPK tersebut
masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun ini.
Setidaknya ada lima poin yang akan direvisi dalam UU tersebut, salah satunya soal penyadapan yang nantinya hanya akan ditujukan kepada pihak-pihak yang telah diproses projustisia. Sementara empat poin lainnya soal kewenangan penuntutan yang perlu disinergikan dengan kewenangan Kejaksaan Agung, dewan pengawas yang perlu dibentuk untuk mengawasi KPK, aturan mengenai pelaksanaan tugas pimpinan jika berhalangan dan penguatan pengaturan kolektif kolegial.
Editor: Malika
- KPK
- PSHK
- UU KPK
- Pelemahan KPK
- RUU KPK
Komentar (0)
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!